PERNIKAHAN SUKU BATAK
TOBA
____________________________________________
1.
Pendahuluan
Suku Batak terdiri dari sub etnis (puak) : Batak Simalungun, Karo, Mandailing, Pakpak, dan Angkola. Suku Batak menganut
paham patrilineal yaitu paham garis keturunan bapak sehingga jika terdapat
seorang anak dari suku Batak yang lahir maka akan mengikut marga dari sang
ayah. Saat ini terdapat hampir 500 marga Suku Batak. Setiap puak memiliki banyak marga. Untuk
mengetahui asal usul, suku Batak menggunakan pohon keluarga atau silsilah
garis keturunan, yang disebut Tarombo.
Secara umum falsafah
hidup (way of life) suku Batak adalah
: Hagabeon (berketurunan, anak cucu, dan panjang
umur), Uhum dan Ugari (bermakna bahwa dalam suku Batak, penting
untuk menegakkan hukum dan membiasakan diri untuk berbuat baik dan setia dalam
memegang janji), Hamoraon (bermakna kehormatan, adanya keseimbangan antara kekayaan
material dan spiritual. Kehormatan, artinya keseimbangan antara material dan
spiritual), Panggomgomi (pengayom bagi orang lain), dan Marsirarian (saling menghargai walau
berbeda asal-usul dan pendapat).
Dalihan Na Tolu (Tungku Nan Tiga) dan suhi ampang na opat (kerabat dekat atau tetangga), adalah sistem
pranata sosial dalam kehidupan sehari dan pelaksanaan adat istiadat suku Batak.
Makna dari Dalihan Na Tolu (DNT) ini adalah tiga hubungan
kekeluargaan, yakni Hula-hula,
boru dan dongan
tubu. Lebih lanjut, unsur dalam DNT terdiri dari, pertama : Somba marhula-hula yang diartikan
sebagai hormat kepada Hula-hula.
Dalam adat Batak Toba, Hula-hula merupakan
keluarga dari pihak marga istri. Suami menyebut Hula-hula sebagai
raja. Karena itu, ada ungkapan dalam adat Batak “Boru ni raja” yang artinya putri yang berperilaku
putri raja. Hula-hula menempati
posisi paling dihormati dalam kebudayaan adat Batak karena mereka adalah
saluran dari hagabeon.
Kedua, : Elek
marboru. Elek mempunyai arti lemah lembut kepada
boru atau anak perempuan maupun keluarga yang memperistri anak perempuan. Dalam
adat Batak, boru memiliki tingkatan yang paling rendah sebagai “parhobas” atau
pelayan. Posisi boru tidak memandang status, baik dia kaya maupun seorang
pejabat, mereka harus “marhobas”
atau melayani dalam suatu acara adat Batak. Meskipun demikian, kita harus membujuk,
melindungi ataupun lemah lembut kepada boru,
karena jika mereka tidak ada, maka suatu acara adat tidak akan dapat terlaksana
dengan lancar dan baik. Ketiga :
manat mardongan tubu (teman satu marga/marga yang sama marga,
walaupun tidak sama secara biologis, namun sama secara genealogis). Manat mempunyai makna hati-hati
2.
Adat Pernikahan Suku Batak Toba (Ulaon Unjuk)
Secara umum pernikahan untuk setiap puak Batak memiliki pola yang sama yaitu
senantiasa melibatkan kehadiran aktif dari unsur Tiga Nan Tungku, dan unsur ke empat adalah kerabat
dekat atau tetangga. Pada bagian adat pernikahan suku Batak, penulis akan
menjelaskan perkwainan menurut adat istiadat puak Batak Toba.
Ada tiga tahap adat pernikahan menurut adat Batak Toba. Setiap
tahapan berisi kegiatan-kegiatan adat yang harus dilakukan. Secara teratur dan
berurutan. Ada tiga tahapan dalam acara pernikahan menurut adta Batak Toba
(Jadisman Hutapea, dkk, Ruhutruhut Adat
Batak Toba Se Jabodetabek, 2019) :
A.
Ulaon Patua Hata dan Marhusip.
B.
Ulaon Martumpol, Marhata Sinamot dan Marria Raja.
C.
Ulaon pada Hari Pernikahan.
A.
Ulaon Patua Hata dan Marhusip
1). Ulaon Patua hata adalah suatu acara
yang dilaksanakan untuk lebih meningkatkan kwalitas hubungan pertemanan
muda-mudi ke tahap untuk diketahui orang tua dari kedua muda mudi. Orang
tua pihak laki-laki dan pihak perempuan
didampingi oleh beberpa orang keluarga dekat boru. Pihak laki-laki membawa tudu-tudu
sipanganon (makanan khas Batak
sebagai sarana pembuka menyapa) untuk diberikan kepada orang tua dan rombongan
pihak perempuan. Sebagai balasannya, pihak orang tua perempuan memberikan ikan
mas kepada pihak orang tua laki-laki. Setelah selesai makan, raja
parhata (juru bicara) pihak orang tua perempuan menanyakan maksud dan tujuan kedatangan pihak
orang tua laki-laki.
2). Marhusip
(Berbisik), artinya bermusyawarah membicarakan cara pelaksanaan adat yang akan dilaksanakan
oleh kedua belah pihak. Musyawarah dilakukan oleh juru bicara pihak laki-laki
dan perpempuan di kalangan terbatas keluarga yang hadir saat marhusip.
3). Pasahat ingot - ingot (pengigat). Pasahat ingot-ingot (menyampaikan
pengingat) adalah acara terakhir pada kegiatan marhusip. Juru bicara menjelaskan makna dan tujuan dari ingot-ingot, kemudian pihak keluarga
laki-laki/perempuan beserta rombongan mengucapkan tiga kali “ingot-ingot!”.
B. Ulaon Martumpol, Marhata Sinamot dan Marria Raja (3-M)
1). Ulaon martumpol (acara bertunangan yang
dilaksanakan oleh majeis gereja disaksikan oleh keluarga calon yang akan
menikah beserta undangan lainnya). Untuk menghemat waktu dan biaya kegiatan 3-M
ini dapat dilaksanakan bersamaan dengan acara Patua Hata dohot marhusip,
dikenal dengan istilah 5-M. Tentunya penggabungan acara tersebut berdasarkan
hasil musywarah untuk dsepakati oleh orang tua/keluarga pihak laki-laki dan perempuan.
2). Marhata Sinamot (bermusyawarah tentang mahar). Marhata sinamot diselenggarakan di ruang serba guan gereja
usai martumpol. Kegiatan ini untuk
merundingkan untuk disepakati bersama waktu dan tempat pengukuhan/pemberkatan dan
dimana akan diselenggarakan pesta pernikahan.
3). Marria raja
(Musyawarah para tokoh adat). Marria raja
dilakukan untuk membicarakan persiapan pemberkatan dan pesta pernikahan.
C. Ulaon Pesta Pernikahan (Acara Pesta Pernikahan)
Pada umumnya Ulaon Pesta Pernikahan di laksanakan di
suatu tempat yang yang dapat menampung ratusan undangan. Ada 21 kegiatan dalam Ulaon Pesta Pernikahan. Tempat
pelaksanaan Pesta Pernikahan tidak harus di suatu gedung yang besar dengan
acara yang mewah, tetapi tergantung pada
kemampuan perekonomian calon mempelai dan kesepakatan pihak keluarga calon
mempelai laki-laki dan perempuan. Yang paling penting adalah unsur Dalihan Na Tolu dan suhi ampang na opat
(kerabat dekat/tetangga calon mempelai) lengkap hadir dalam acara tersebut.
Dalam hal perempuan berasal dari suku non-Batak,
maka pernikahan menurut adat Batak tetap dapat dilaksanakan setelah calon
mempelai perempuan terlebih dahulu diberi marga (mangain marga) yang sama dengan marga dari ibu dari calon mempelai
laki-laki. Hal yang sama berlaku bagi calon mempelai pria yang berasal dari
suku non-Batak setelah dia diberi marga (mangampu
marga) yang sama dengan marga suami dari salah seorang saudara perempuan
ayah dari calon mempelai perempuan.
Daftar Bacaan :
CH. Robin Simanullang, Hita Batak, A cultural Startegy Jilid-1 Pustaka Tokoh
Indonesia, Jakarta 2021
Jadisman Hutapea, dkk, Ruhutruhut Adat Batak Toba se Jabodetabek. Lokus Adat Budaya Batak, Jakarta, 2019.
Togarma Naibaho, So-Hot, Dasar Pernikahan Adat
Batak Toba, 2021
Website :
https://www.goodnewsfromindonesia.id
https://stakpnsentani.ac.id
Terimakasih atas informasi dan pengetahuan yang telah di berikan bapak
ReplyDeleteHoras ! Hamoraon, Hargabeon , dan Hasangapon !!! inilah 3 semboyan Batak yang menjadi pedoman orang Batak . Mauliate Amang..
ReplyDelete