PERNIKAHAN SUKU BATAK TOBA

20 Januari 2025

Nama : Santiamer Silalahi
Nim   : 243300020039

UNIVERSITAS MPU TANTULAR
Dosen Pengampuh : Serepina Tiur Maida, S.Sos.M.Pd

____________________________________________



1.      Pendahuluan

Suku Batak terdiri dari sub etnis (puak) : Batak Simalungun, Karo,  Mandailing, Pakpak, dan Angkola. Suku  Batak menganut paham patrilineal yaitu paham garis keturunan bapak sehingga jika terdapat seorang anak dari suku Batak yang lahir maka akan mengikut marga dari sang ayah. Saat ini terdapat hampir 500 marga Suku Batak.  Setiap puak memiliki banyak marga. Untuk mengetahui asal usul, suku Batak menggunakan pohon keluarga atau silsilah garis keturunan, yang disebut Tarombo.

Secara umum falsafah hidup (way of life) suku Batak adalah : Hagabeon (berketurunan, anak cucu, dan panjang umur), Uhum dan Ugari (bermakna bahwa dalam suku Batak, penting untuk menegakkan hukum dan membiasakan diri untuk berbuat baik dan setia dalam memegang janji), Hamoraon (bermakna kehormatan, adanya keseimbangan antara kekayaan material dan spiritual. Kehormatan, artinya keseimbangan antara material dan spiritual), Panggomgomi (pengayom bagi orang lain), dan Marsirarian (saling menghargai walau berbeda asal-usul dan pendapat).

Dalihan Na Tolu (Tungku Nan Tiga) dan suhi ampang na opat (kerabat dekat atau tetangga), adalah sistem pranata sosial dalam kehidupan sehari dan pelaksanaan adat istiadat suku Batak. Makna dari Dalihan Na Tolu (DNT) ini adalah tiga hubungan kekeluargaan, yakni Hula-hula, boru dan dongan tubu. Lebih lanjut, unsur dalam DNT terdiri dari, pertama : Somba marhula-hula yang diartikan sebagai hormat kepada Hula-hula. Dalam adat Batak Toba, Hula-hula merupakan keluarga dari pihak marga istri. Suami menyebut Hula-hula sebagai raja. Karena itu, ada ungkapan dalam adat Batak “Boru ni raja” yang artinya putri yang berperilaku putri raja.  Hula-hula menempati posisi paling dihormati dalam kebudayaan adat Batak karena mereka adalah saluran dari hagabeon. Kedua, : Elek marboru.  Elek mempunyai arti lemah lembut kepada boru atau anak perempuan maupun keluarga yang memperistri anak perempuan. Dalam adat Batak, boru memiliki tingkatan yang paling rendah sebagai “parhobas” atau pelayan. Posisi boru tidak memandang status, baik dia kaya maupun seorang pejabat, mereka harus “marhobas” atau melayani dalam suatu acara adat Batak. Meskipun demikian, kita harus membujuk, melindungi ataupun lemah lembut kepada boru, karena jika mereka tidak ada, maka suatu acara adat tidak akan dapat terlaksana dengan lancar dan baik. Ketiga : manat mardongan tubu (teman satu marga/marga yang sama marga, walaupun tidak sama secara biologis, namun sama secara genealogis). Manat mempunyai makna hati-hati

2.      Adat Pernikahan Suku Batak Toba (Ulaon Unjuk)

Secara umum pernikahan untuk setiap puak  Batak memiliki pola yang sama yaitu senantiasa melibatkan kehadiran aktif dari unsur Tiga  Nan Tungku, dan unsur ke empat adalah kerabat dekat atau tetangga. Pada bagian adat pernikahan suku Batak, penulis akan menjelaskan perkwainan menurut adat istiadat puak Batak Toba.

Ada tiga tahap adat pernikahan menurut adat Batak Toba. Setiap tahapan berisi kegiatan-kegiatan adat yang harus dilakukan. Secara teratur dan berurutan. Ada tiga tahapan dalam acara pernikahan menurut adta Batak Toba (Jadisman Hutapea, dkk,  Ruhutruhut Adat Batak Toba Se Jabodetabek, 2019) :

A.    Ulaon Patua Hata dan Marhusip.

B.    Ulaon Martumpol, Marhata Sinamot dan Marria Raja.

C.   Ulaon pada Hari Pernikahan.


A.     Ulaon Patua Hata dan Marhusip


1). Ulaon Patua hata adalah suatu acara yang dilaksanakan untuk lebih meningkatkan kwalitas hubungan pertemanan muda-mudi ke tahap untuk diketahui orang tua dari kedua muda mudi. Orang tua  pihak laki-laki dan pihak perempuan didampingi oleh beberpa orang keluarga dekat boru. Pihak laki-laki membawa tudu-tudu sipanganon (makanan khas Batak sebagai sarana pembuka menyapa) untuk diberikan kepada orang tua dan rombongan pihak perempuan. Sebagai balasannya, pihak orang tua perempuan memberikan ikan mas kepada pihak orang tua laki-laki. Setelah selesai makan,  raja parhata (juru bicara) pihak orang tua perempuan  menanyakan maksud dan tujuan kedatangan pihak orang tua laki-laki.

2).  Marhusip  (Berbisik), artinya bermusyawarah membicarakan cara pelaksanaan adat yang akan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Musyawarah dilakukan oleh juru bicara pihak laki-laki dan perpempuan di kalangan terbatas keluarga yang hadir saat marhusip.

3). Pasahat  ingot - ingot (pengigat). Pasahat ingot-ingot (menyampaikan pengingat) adalah acara terakhir pada kegiatan marhusip. Juru bicara menjelaskan makna dan tujuan dari ingot-ingot, kemudian pihak keluarga laki-laki/perempuan beserta rombongan mengucapkan tiga kali “ingot-ingot!”.

B.   Ulaon Martumpol, Marhata Sinamot dan Marria Raja (3-M)

    1). Ulaon martumpol (acara bertunangan yang dilaksanakan oleh majeis gereja disaksikan oleh keluarga calon yang akan menikah beserta undangan lainnya). Untuk menghemat waktu dan biaya kegiatan 3-M ini dapat dilaksanakan bersamaan dengan acara Patua Hata dohot marhusip, dikenal dengan istilah 5-M. Tentunya penggabungan acara tersebut berdasarkan hasil musywarah untuk dsepakati oleh  orang tua/keluarga  pihak laki-laki dan perempuan.


2). Marhata  Sinamot  (bermusyawarah tentang mahar). Marhata sinamot  diselenggarakan di ruang serba guan gereja usai martumpol. Kegiatan ini untuk merundingkan untuk disepakati bersama waktu dan tempat pengukuhan/pemberkatan dan dimana akan diselenggarakan pesta pernikahan.


3). Marria raja (Musyawarah para tokoh adat). Marria raja dilakukan untuk membicarakan persiapan pemberkatan  dan pesta pernikahan.


C.  Ulaon  Pesta  Pernikahan  (Acara Pesta Pernikahan)

   Pada umumnya Ulaon Pesta Pernikahan di laksanakan di suatu tempat yang yang dapat menampung ratusan undangan. Ada 21 kegiatan dalam Ulaon Pesta Pernikahan. Tempat pelaksanaan Pesta Pernikahan tidak harus di suatu gedung yang besar dengan acara yang  mewah, tetapi tergantung pada kemampuan perekonomian calon mempelai dan kesepakatan pihak keluarga calon mempelai laki-laki dan perempuan. Yang paling penting adalah unsur Dalihan Na Tolu dan suhi ampang na opat (kerabat dekat/tetangga calon mempelai) lengkap hadir dalam acara tersebut.

 

Dalam hal perempuan berasal dari suku non-Batak, maka pernikahan menurut adat Batak tetap dapat dilaksanakan setelah calon mempelai perempuan terlebih dahulu diberi marga (mangain marga) yang sama dengan marga dari ibu dari calon mempelai laki-laki. Hal yang sama berlaku bagi calon mempelai pria yang berasal dari suku non-Batak setelah dia diberi marga (mangampu marga) yang sama dengan marga suami dari salah seorang saudara perempuan ayah dari calon mempelai perempuan.

 

Daftar Bacaan :

CH. Robin Simanullang, Hita  Batak,  A cultural Startegy Jilid-1 Pustaka Tokoh Indonesia, Jakarta 2021

Jadisman Hutapea, dkk, Ruhutruhut Adat Batak Toba se Jabodetabek. Lokus Adat Budaya   Batak, Jakarta, 2019.

Togarma Naibaho, So-Hot, Dasar Pernikahan Adat Batak Toba, 2021


Website :

https://www.goodnewsfromindonesia.id

https://stakpnsentani.ac.id


Comments

  1. Terimakasih atas informasi dan pengetahuan yang telah di berikan bapak

    ReplyDelete
  2. Horas ! Hamoraon, Hargabeon , dan Hasangapon !!! inilah 3 semboyan Batak yang menjadi pedoman orang Batak . Mauliate Amang..

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN HUMANIORA