KEMAJUAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN MORAL DARI PERSPEKTIF HUMANIORA

 

 KEMAJUAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN MORAL

DARI PERSPEKTIF HUMANIORA

Santiamer Silalahi, C.Me*)

 

 

 




                 Manusia   berkemampuan  menemukan  cara  menghancurkan  dirinya  sendiri. 
  Karena manusia    memiliki kemampuan merusak,  maka wajib pula hukumnya manusia 
  menemukan cara mencegahnya.

Manusia berada dalam suatu arena perlombaan. Perlombaan antara kemajuan teknologi digital dengan kemajuan moral. Jika penemuan cara merusak lebih cepat daripada penemuan cara mencegahnya, maka manusia telah berada dalam tepi jurang kehancuran! Dalam terminologi das sollen, adalah tanggung jawab Allah mengadakan dan mengajarkan aturan main itu kepada manusia sebelum hancur.

Stabilitas masyarakat adalah cita-cita luhur semua negara beradab di dunia. Negara wajib mensejahterakan rakyatnya. Untuk terciptanya kesejahteraan, negara membutuhkan stabilitas dalam arti yang seluas-luasnya. Stabilitas dalam arti sempit hanya menekankan kepada aspek keamanan physik semata. Penekanan pada aspek keamanan akan melahirkan rejim represif yang sejatinya kontra produktif dengan stabilitas itu sendiri.

Stabilitas masyarakat adalah rentang (gap) antara kemajuan moralitas dan kemajuan teknologi digital. Masyarakat memiliki masa depan sejahtera jika kemajuan moralnya melebihi kemajuan teknologinya, dan sebaliknya akan memiliki masa depan suram, jika  jika kemajuan teknologi digital melebihi kemajuan moral. ”Kita menuntun missil dengan benar, tetapi kita salah menuntun manusia” (Martin Luther King).

Moral berawal dari bahasa latin yaitu “moris” artinya: Adat istiadat, nilai-nilai atau juga tata cara kehidupan. Moral secara fundamental merupakan rangkaian niIai tentang macam-macam perilaku yang harus dipatuhi, moral adalah kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu atau seseorang dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan bermasyarakat. Moral adalah suatu standar baik dan buruknya yang ditentukan oleh seseorang nilai-nilai sosial budaya dimana seseorang sebagai anggota sosial. Menurut Wandistra (2018), secara terminologi kata moral memiliki beberapa arti: (1) moral adalah ajaran mengenai baik buruknya perbuatan maupun perlakuan; (2) moral ialah sebagai hal-hal yang berhubungan dengan nilai-nilai susila; (3) moral selalu mengacu kepada baik dan buruknya manusia sebagai manusia, sehingga bidang moral adalah bidang kehidupan manusia yang dilihat dari segi sebaik-baiknya sebagai manusia

Kemampuan manusia untuk mencegah dirinya dari kehancuran adalah tergantung dari pemahaman dan implementasi moralnya. Kemampuan manusia meng-hancurkan diri sendiri implikasi dari pendewaan atas teknologi digital.

Analogi hubungan sebab-akibat moral-teknologi digital demikian: Jika masyarakat diibaratkan kenderaan, kemudinya adalah moral, dan teknologi digital adalah mesin. Jika ukuran kemudi dengan mesin sepadan maka kenderaan stabil. Semakin besar mesin, namun kemudi tetap atau semakin kecil, maka kenderaan semakin tidak stabil.

Beberapa contoh yang dapat menggambarkan mengenai buruknya moralitas adalah perilaku koruptif, diskriminatif, manipulatif, hedonistik, dan oportunistik. Menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan! Pemberitaan degradasi moralitas penyelenggara negara dan pemangku kepentingan lainnya melalui media cetak, media sosial, dan media digital hampir tiap hari kita baca dan dengar. Sebanyak orang mendengar kata korupsi dan perilaku amoral lainnya, mungkin sebanyak itu juga orang tidak menanggap makna korupsi dan demoralisasi yang sebenarnya. Menghalalkan segala cara untuk kaya dan berkuasa dipakai oleh politisi busuk, penyelenggara negara, “penguasaha (Penguasa sekaligus pengusaha), penguasagama (Penguasa sekaligus agamawan), penguasakapol (Penguasa sekaligus ketua partai politik)”, pengusaha, dan agamawan.

Ilustrasinya demikian : Masyarakat digambarkan seperti kapal sedang berlayar di lautan bebas. Amoral masyarakat digambarkan sebagai lobang kebocoran pada kapal, dan kemampuan membuang air ke luar kapal akibat kebocoran adalah teknologi. Sebelum revolusi industri, kemampuan memompa air sangatlah terbatas, sehingga kebocoran sekecil apa pun pada kapal tidak dapat ditolerir. Pembuat kapal sungguh-sungguh memastikan bahwa kapal betul- betul layak dan aman berlayar. Tetapi sesudah revolusi industri, manusia menciptakan pompa berkapasitas besar yang digerakkan oleh mesin, sehingga kapal masih tetap dapat berlayar walapun kebocoran-keboran kecil semakin banyak. Lobang-lobang kebocoran yang tidak segera ditutup, sama dengan masyarakat yang menabaikan moral. Kemudian, dengan semakin majunya teknologi, manusia melakukan penyempurnaan sistem kendali pompa air yang semakin canggih. Membangun pompa air yang mampu mengeluarkan air lebih banyak dan lebih cepat dibanding sebelumnya. Pada tahap ini tidak ada lagi niat menutup lobang kebocoran yang semakin banyak dan makin membesar. Kapal masih tetap mengapung dan mengarungi samudera raya. Dengan daya kreatifitas dan inovasi, manusia berhasil menciptakan pompa air berbasis digital yang berkemampuan menyedot air ratusan M3 dalam hitungan detik. Pada titik ini nakhoda dan crew tidak relevan lagi memusingkan jumlah dan besarnya kebocoran yang terjadi pada kapal. Manusia lupa, kemajuan teknologi digital ada batasnya, sementara kebocoran pada kapal akan berlanjut terus dan bertambah banyak. Pada akhirnya sempurnalah besarnya lobang kebocoran dan kapal pun  tenggelam!.

Pesan moral dari ilustrasi di atas adalah, bahwa tanpa adanya moral sebagai pengendali, maka  semua manfaat yang diperoleh melalui kemajuan teknologi digital akan lenyap dalam sekejab. Kemajuan teknologi digital tanpa kemajuan moral akan menghasilkan kerusakan hebat yang berdampak lama pada lingkungan dan manusia itu sendiri.

Kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi digital menangani masalah sosial, agama, politik, keamanan, kebudayaan, ekuin (ekonomi; keuangan; industri), perdagangan, hukum, dan lingkungan hidup tidak diragukan lagi, namun pada sisi lain tanpa diimbangi kemajuan dan penerapan moral yang sepadan dengan kemajuan teknologi digital, maka kemanfaatan kemajuan teknologi digital akan berubah menjadi malapetaka bagi lingkungan hidup dan manusia.



*) Santiamer Silalahi, C.Me.   sedang menempuh pendidikan di Fakultas  Hukum Universitas Mpu Tantular, Jakarta.

 

Referensi :

Dina Siti Hanifa, Dinie Anggraeni Dewi. Implementasi Pancasila Terhadap Moral Manusia Di Era Revolusi Indsutri 4.0. Antropocene : Jurnal Penelitian Ilmu Humaniora Vol. 2 No. 3 Juli Tahun 2022  Hal. 93 – 99

Martin Luther King, Jr. Where Do We Go From Here. Chaos or Community?. Beacon Press, 25 Beacon Street Boston, Massachusetts.

Wandistra. Dampak Teknologi Komunikasi Terhadap Moralitas Remaja. (Studi Di Pekon Kota Agung Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus). Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung, 2018.





    


Comments

Popular posts from this blog

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN HUMANIORA