HUBUNGAN  ANTARA ANTROPOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA

Santiamer Silalahi

Nim : 243300020039

Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular

Email : gohebalordup@gmail.com

 

 

 

A.                PENDAHULUAN

 

Sudah lazim bagi para ahli Antropologi ( Antropolog ) sepakat  berpendapat, bahwa antropologi merupakan ilmu tentang Umat Manusia. Ilmu yang berusaha menyusun generalilsasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, serta keanekaragaman manusia (Haviland 199: 7; Koentjaraningrat, 1987: 1-2). Singkatnya, secara umum Antropologi adalah ilmu yang berusaha mewujudkan pemahaman tentang manusia dengan cara mempelajari aneka warna bentuk fisik, masyarakat, pranata sosial dan kebudayaannya.

Secara umum, Antropolgi dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu Antropolgi fisik dan Antropologi Budaya. Secara makro, antropologi dibagi ke dalam dua bagian, yakni Antropologi fisik dan Antropologi budaya. Antropologi fisik adalah cabang ilmu antropologi yang mempelajari manusia dari segi jasmaniah, termasuk evolusi, keragaman, dan perilaku manusia. Sedangkan Antropolgi budaya, adalah cabang ilmu antropologi yang mempelajari keragaman budaya manusia di seluruh dunia. Ia fokus pada memahami prinsip-prinsip dasar di balik berbagai praktik, norma, dan nilai budaya yang memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat. Antropologi budaya juga berupaya memahami bagaimana budaya memengaruhi cara manusia berpikir, bertindak, dan berinteraksi melalui pranata sosial.

Antropologi memiliki hubungan  antropologi dengan ilmu-ilmu sosial memiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan ini pada umumnya bersifat timbal balik. Antropologi memerlukan bantuan ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya ilmu-ilmu sosial yang lainjuga memerlukan antropologi dalam memecahkan masalah yang dikajinya.

B.     HUBUNGAN ANTROPOLOGI DENGAN ILMU-ILMU LAINNYA

1.            Sosiologi

Sekilas Antropologi dengan Sosiologi lebih banyak ke arah persamaannya. Dalam Antropologi budaya, ia  mempelajari gambaran tentang perilaku manusia dan kontak / hubungan sosial budaya.

2.            Psikologi

Psikologi mempelajari tentang faktor-faktor penyebab perilaku manusia secara internal seperti motivasi, minat, sikap, konsep diri, dan lain-lain.

3.            Ilmu Sejarah

Titik temu antara Antropolgi dengan Sejarah adalah di bidang Arkeologi, karena sejarah diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat sebagai dampak pengaruh kebudayaan dari luar.

4.         Geografi

Titik simpul hubungan antara Antropolgi dengan Geografi adalah samasama  mempelajari  interaksi antara manusia dan lingkungan (flora dan fauna), termasuk fenomena alam, bumi dan segala aspek di atasnya.

5.           5.  Ilmu Ekonomi

       Sistem kemasyarakatan, pranata sosial, cara berfikir masyarakat, pandangan dan sikap hidup             masyarakat berpengaruh signifikan proses dan hukum-hukum ekonomi yang berlaku dalam   aktivitas  kehidupan ekonomi suatu komunitas bahkan negara..

           6.  Ilmu Politik

Antropologi memiliki bidang kajian yang sangat luas. Antropologi bukan satu-satunya ilmu yang mempelajari manusia, sebab obyek material semua Ilmu Sosial adalah mempelajari tentang manusia. Seperti ilmu Pendidikan (Pedagogi), politik ,ekonomi ,fisiologi, dan lain sebagainya.  menempatkan manusia sebagai objek matrelialnya

 C.          KESIMPULAN

Antropologi merupakan ilmu tentang Umat Manusia secara menyeluruh dalam segala masa dan tempat. Ilmu yang berusaha menyusun generalilsasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, keanekaragaman manusia, budaya, dan lingkungan hidup (flora dan fauna). Ruang lingkup kajian Antrpologi yang cukup luas ini secara natur akan mempunyai hubungan dengan ilmu-ilmu lainnya.

 

Bahan Bacaan :

Haviland William A. Antropologi, serial book, Jilid 1 dan 2. Penerbit, Jakarta : Erlangga, 1985.

Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Penerbit, Rineka Cipta, 2002

https://www.kompasiana.com. 24 Februari 2024

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Santiamer Silalahi

Nim : 143300020039

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular

Dosen Pengampu : Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M., Ikom

 

 

 

 

A.    Pendahuluan

 

Seorang perantau, pulang ke kampung asalnya setelah beberapa dekade meninggalkannya.

Waw…..dia berdecak kagum. Ia  menemukan perubahan yang luar biasa di kampung asalnya. Cara berpakaian anak muda, cara berkomunikasi dan penampilan mereka keren banget. Sudah tidak ada lapo yang ditemukan. Lapo yang diterangi lampu petromax telah berubah menjadi café diterangi permainan cahaya warna-warni yang menari-nari. Ia pun terpaksa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial dan budaya yang terjadi.

 

Perubahan sosial budaya adalah benang merah yang menghubungkan difusi, akulturasi, asimilasi, pembaharuan atau inovasi. Semua konsep tersebut melibatkan perubahan dalam masyarakat, baik melalui penyebaran unsur budaya (difusi), percampuran budaya (akulturasi dan asimiliasi), atau penciptaan hal baru (pembaharuan atau inovasi). Difusi memulai proses, akulturasi dan asimilasi mengolah unsur-unsur baru, sementara pembaruan atau inovasi mendorong terciptanya perubahan yang lebih signifikan dan berkelanjutan.

 

B.     Pembahasan

1.      Difusi

Perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi menyebabkan adanya variasi dari cara hidup yang diterima suatu masyarakat Gitlin dan Gitlin menyebutnya perubahan sosial. Lebih lanjut Gitlin dan Gitlin menjelaskan bahwa penyebab terjadinya perubahan sosial adalah adanya proses difusi dan penemuan-penemuan tertentu oleh masyarakat. Singkatnya difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu atau masyarakat ke masyarakat lainnya (Drs. Sugharyanto, M.Si, Geografi dan Sosiologi).

 

Sebelum kemajuan teknologi seperti sekarang ini, penyebaran kebudayan tersebut merupakan  dampak logis  dari perpindahan atau migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. Apalagi perpindahan tersebut dilakukan dalam skala besar seperti transmigrasi, akan menibulkan difusi yang besar juga. Prinsip difusi itu adalah interaksi antar individu maupun antar masyarakat. Di era digital sekarang, interkasi dapat dilakukan secara virtual, artinya terjadinya difusi bukan hanya disebabkan hanya perpindahan penduduk saja.

 

Berbagai macam cara penyebaran kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Penyebaran kebudayaan tersebut disebut difusi budaya, Photo : Pixbay.com

 

 Penyebaran kebudayaan yang terjadi karena perjumpaan  antar individu yang berasal dari masyarakat yang berbeda. Perjumpaan antar individu tersebut tidak menyebabkan perubahan bentuk kebudayaan masing-masing individu. Proses perjumpaan tersebut dinamakan penyebaran simbiotik. Contoh difusi simbiotik adalah anak-anak Batak yang merantau ke daerah Bandung atau Yogyakarta guna melanjutkan pendidikan. Perjumpaan yang terjadi antara individu Batak dengan individu Sunda atau Jawa tidak merubah bentuk kebudayaan masing-masing individu.

 

Cara lain penyebaran kebudayaan adalah Penetration pasifigue atau penyebaran kebudayaan secara damai yaitu bentuk difusi budaya yang tidak disertai paksaan. Contoh dari difusi damai adalah masuknya agama Kristen ke tanah Batak, si Sumatera Utara.  Kebalikan penetrasi kebudayan dengan  cara damai adalah cara paksa atau penetration violence. Dalam hal ini masyarakat dipaksa menerima budaya baru. Cara ini dapat mengancam hilangnya budaya bahkan identitas masyarakat yang dipaksa menerima budaya baru. Contoh penetrasi paksa adalah penolakan pemerintah untuk menghapuskan pencatuman kolom agama di Kartu Tanda Penduduk. Masyarakat yang tidak menganut salah satu dari enam agama yang diakui negara dipaksa memilih salah satu agama atau mengosongkannya  ketika berurusan dengan  instansi Kependudukan dan Catatan Sipil. (Dukcail), bahkan mereka tidak mendapat pelayanan yang seharusnya mereka terima sebagai warga negara Indonesia di sekolah. Contoh lainnya adalah pemaksaan mencantumkan sertifikat halal pada produk-produk dalam negeri di Indonesia. Contoh penetration violence lainnya tetapi gagal adalah, pemaksaan masyarakat Batak untuk menganut  agama Islam pada tahun 1816-1822 oleh pasukan paderi di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Pemaksaan tersebut menghilangkan nyawa +/- 600.000 jiwa suku bangsa Batak.

 

2.      Akulturasi (Culture Contact)

 

Konsep akulturasi akan muncul ke permukaan ketika seseorang atau sekelompak orang mendiskusikan  tentang perubahan sosial budaya yang terjadi sebagai hasil dari interaksi antar etnik atau antar komunitas, antara dua komunitas atau individu yang berbeda budaya. 

Di antara para pakar yang memberi definisi atau pemaknaan atas akulturasi tidak seragam. Mulyana mendefinisikan akluturasi adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas (Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2001). Lebih lanjut  Mulyana menganggap bahwa definisi akulturasi itu merupakan definisi otoritatif yang telah menjadi inspirasi bagi ilmuwan lainnya untuk memberikan definisi akulturasi yang serupa. Dalam proses akulturasi dua kebudayaan atau lebih yang berlainan bersatu sehingga terbentuk  kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. 

  Contoh-contoh akulturasi yang kasat mata dapat dilihat dalam seni bangunan, seni tarian, seni berpakaian, adat kebiasaan, makam, seni rupa, aksara dan sastra, sistem kalender, seni musik dan tari, sistem pemerintahan, bahasa, kepercayaan, pranata sosial, dan peralatan hidup.

  Dalam hal seni bangunan sebagai salah satu contoh akulurasi terlihat dari bangunan Candi yang merupakan  wujud akulturasi antara budaya asli Indonesia dengan budaya Hindu-Budha. Akulturasi yang terjadi antara Indonesia dengan India. Candi yang termasuk hasil bangunan pada zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak. Bagian ini mendapat pengaruh langsung dari budaya Hindu-Budha. Contoh lainnya seperti yang dapat dilihat pada candi Borobudur. Di candi ini memiliki berbagai macam barang yang dikubur yang sering disebut dengan bekal kubur. Ini yang membuat candi tidak hanya berfungsi sebagai makam saja tetapi juga sebagai rumah dewa. Sedangkan pada candi Budha, malah dijadikan tempat pemujaan dewa, sehingga tidak mungkin akan ditemukan peti pripih maupun abu jenazah yang ditanam di sekitar candi atau didalam bangunan stupa.

   Contoh lainnya dalam bidang kepercayaan.  Sebelum agama Hindu-Budha berkembang di Nusantara, masyarakat Nusantara telah menganut kepercayaan berdasarkan Animisme serta Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Budha  ke Nusantara, masyarakat pun memutuskan untuk menganut serta mempercayai agama tersebut. Tetapi, agama Hindu-Budha yang berkembang ternyata mengalami akulturasi dari perpaduan kepercayaan Animisme dengan Dinamisme. Sehingga agama Hindu serta Budha yang berkembang di Indonesia sekarang ini tidak sama dengan agama Hindu dan Budha pada bangsa India. 

3.  Asimilasi 

   Menurut Mulyana, akulturasi adalah suatu subproses asimilasi; ia mengisyaratkan penggantian bertahap ciri-ciri budaya kelompok minoritas oleh ciri-ciri masyarakat pribumi. Namun akulturasi juga menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok minoritas boleh jadi tetap memiliki sebagian ciri asli mereka dan membuang ciri-ciri lainnya, sementara pada saat yang sama mereka juga mungkin menerima sebagian ciri budaya dominan dan menolak ciri-ciri lainnya (Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2001).  Konsep Asimilasi dengan akulturasi  merupakan dua konsep yang sering muncul dalam diskusi  relasi antar etnik. Kedua konsep tersebut selalu terkait antara satu dengan yang lainnya. Kim mengatakan bahwa asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi. Di tengah keterkaitan antara asimilasi dan akulturasi tersebut, dalam batas-batas tertentu keduanya memiliki aspek perbedaan (Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2001).

 

         Pada umumnya golongan yang  mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.

       Adapun kondisi  yang memungkinkan terwujudnya asimilasi, adalah apabila ada rasa toleransi dan simpati dari individu-individu dalam suatu kebudayaan  mayoritas kepada kebudayaan minoritas. Asimilasi akan gagal terwujud jika (1). Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi. (2). Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain. (3). Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain. 

     Beberapa contoh asimilasi antara lain : Musik dangdut yang merupakan hasil asimilasi dari musik tradisional daerah dengan musik India;  Cara pernikahan di banyak agama juga merupakan hasil asimilasi dari praktik agama yang dianut dan budaya tradisional setempat; Bahasa Swiss-Jerman yang merupakan hasil asimilasi antara bahasa Swiss dan bahasa Jerman, namun sangat berbeda dengan bahasa Swiss dan bahasa Jerman;  Budaya Hindu di Bali merupakan hasil asimilasi antara kepercayaan Animisme tradisional Bali dengan agama Hindu yang dibawa dari pulau Jawa yang berasal dari India. Hasilnya menjadi agama Hindu Dharma yang sangat berbeda dengan praktik Hindu di India dan kepercayaan masa lalu rakyat Bali.

 

 

4.        Pembaruan Atau Inovasi

 

Sebenarnya, konsep pembaharuan (renovation) dan inovasi (innovation) memiliki persamaan dalam konteks terkait dengan perubahan. Namun demikian hendaklah diketahui, bahwa ada perbedaan di antara kedua konsep tersebut. Pembaharuan lebih menekankan pada perbaikan atau peningkatan dari sesuatu yang sudah ada, sementara itu, cakupan inovasi lebih luas. Inovasi  mencakup penciptaan sesuatu yang benar-benar baru atau berbeda dari yang sebelumnya. Fokus pembaruan adalah pada peningkatan mutu, efisiensi, atau fungsi dari sistem budaya yang sudah ada. Pembaharuan yang mengikuti perubahan alami akan lebih berhasil guna dibandingkan dengan perubahan yang serba cepat. Perubahan kebudayaan yang serba cepat dapat menimbulkan kejut budaya  (shock culture) yang berdampak negatif kepada masyarakat penganut kebudayaan tersebut. Oleh karena itu biasanya dilakukan proses modifikasi, adaptasi, atau penyempurnaan dari elemen budaya yang sudah ada, bukan menciptakan sesuatu yang sama sekali baru. Dalam konteks antropolgi pembaharuan dapat dilihat dalam perubahan praktik-praktik kebudayan yang masih dipertahankan, namun mengalami penyesuaian dengan perubahan jaman. Contoh pembaharuan terdapat pada pengadopsian teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas dalam pertanian tradisional, atau memodifikasi alat musik tradisional agar menghasilkan suara yang lebih baik.

 

Berbeda dengan pembaruan, inovasi adalah proses sosial budaya yang menerima unsur-unsur kebudayaan baru dan mengesampingkan cara-cara lama yang telah melembaga. Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini. Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia yang bersatu.

 

Di dalam kebudayaan modern  di era the six D’s Peter Diamandis, kemampuan untuk inovasi merupakan ciri dari manusia yang dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah merupakan suatu keharusan, oleh karena  tidak dikenal lagi batas-batas negara. Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa batas, teknologi komunikasi yang menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya.

 

Untuk melahirkan manusia-manusia inovatif mengharuskan  peran dan fungsi pendidikan yang luar biasa. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan dan suasana di ruang kelas maupun kehidupan yang bebas dari indoktrinasi menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu kebudayaan dunia yang baru.

 

C.     Kesimpulan dan Saran

1.  Kesimpulan

   Bahwa perubahan sosial dalam masyarakat adalah suatu keniscayaan. Perubahan sosial merupakan benang merah yang menghubungkan difusi, akulturasi, asimilasi, pembaharuan atau inovasi. Perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi menyebabkan adanya variasi dari cara hidup yang diterima suatu masyarakat yang memicu terjadinya perubahan sosial. Difusi itu adalah interaksi antar individu maupun antar masyarakat. Interaksi dapat terjadi dengan ada atau tidak adanya migrasi masyarakat. Tidak adanya migrasi masyarakat tidak berarti menghalanig adanya interaksi antar individu maupun masyarakat di era digital. Penetrasi kebudayaan yang dilakukan secara paksa akan menghilangkan identitas masyaakat yang dipaksa menerima kebudayaan baru. Akluturasi (Culture contact), adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas. Konsep Asimilasi dengan akulturasi  merupakan dua konsep yang sering muncul dalam diskusi  relasi antar etnik. Kedua konsep tersebut selalu terkait antara satu dengan yang lainnya.

    Konsep pembaharuan (renovation) dan inovasi (innovation) memiliki persamaan dalam konteks terkait dengan perubahan. Namun demikian hendaklah diketahui, bahwa ada perbedaan di antara kedua konsep tersebut. Pembaharuan lebih menekankan pada perbaikan atau peningkatan dari sesuatu yang sudah ada, sementara itu, cakupan inovasi lebih luas. Inovasi  mencakup penciptaan sesuatu yang benar-benar baru atau berbeda dari yang sebelumnya.

                   2.   Saran

Mengingat derasnya perubahan global yang terjadi sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan teknologi, maka pemerintah selayaknya mewaspadai penetrasi budaya yang dipaksakan. Penterasi budaya yang dipaksakan potensial memecah kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Pemerintah juga diharapkan menghargai dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warga negara Indonesia yang oleh kesadarannya sendiri memutuskan berada di luar untuk tidak memeluk salah satu agama yang diakui pemerintah. Pemerintah hendaknya mewaspadai adanya kecenderungan pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi tabu atau anti terhadap pertanyaan-pertanyaan kritis dari anak didik. Indoktrinasi kepada anak didik sejak dini akan mematikan kreatiffitas anak didik, sehingga Indonesia akan memiliki SDM yang miskin inovasi.

 

 

Daftar Bacaan :

 

1.       Gitlin dan Gitlin, Cultural Sociology, New York: Macmillan Companyainssen, 1954.

2.       Kumparan.com

3.       Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat (ed.), Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT.

         Remaja Rosdakarya, 2001.

 

4.       Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Rosda Karya, 2004.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PRANATA SOSIAL DAN INTEGRASI MASYARAKAT

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MPU TANTULAR

Kelompok 5 : Santiamer Silalahi, C.Me., Theresia Maria Rita W.S.

Dosen Pengampu : Serepina Tiurmaida, S.Sos., M.Pd., M.I.Kom

 

Text Box: Sumber : KOMPAS.com

 

 

 

A.       Pendahuluan

Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu gugusan pulau-pualau terpanjang dan yang terbesar di dunia. Dilintasi garis Khatulistiwa, berada di antara benua Asia dan Australia serta di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik.

 

Manusia Indonesia yang tertua sudah ada kira-kira satu juta tahun yang lalu, waktu Dataran Sunda masih merupakan daratan, dan waktu Asia Tenggara bagian benua dan bagian kepulauan masih besambung menjadi satu. Pada abad prehistori persebaran manusia di nusantara terdiri dari  tiga gelombang persebaran manusia. Gelombang pertama persebaran manusia  dengan ciri-ciri Austro-Melanesoid, gelombang kedua pembawa ciri-ciri Mongoloid, dan ketiga pembawa kebudayaan neolithik. Koentjaraningrat (1984) menjelaskan bahwa nenek moyang dari manusia dengan ciri-ciri Austro-Melanesoid (Wajak) tersebut, sebelumnya sudah ada yang sejak lama menyebar ke arah timur dan ada yang menyebar ke arah barat. Mereka yang menyebar ke arah timur menduduki lrian, sebelum Kala Es ke-IV berakhir dan sebelum kenaikan permukaan laut yang terjadi waktu itu, memisahkan Irian dari bagian barat dari Indonesia dan dari benua Australia. Di lrian, manusia Wajak itu hidup dalam kelompok-kelompok kecil di daerah muara-muara sungai di mana .mereka hidup dari usaha menangkap ikan di sungai, dari meramu tumbuh-tumbuhan dan akar-akaran dan dari berburu di hutan belukar. 

Nenek moyang dengan ciri-ciri  Paleo Mongoloid yang tampak pada penduduk kuno di Indonesia diduga berasal dari benua Asia kemungkinan juga berasal dari Jepang kemudian menyebar ke selatan melalui jembatan jembatan kepulauan Ryuku, Taiwan Filipina, Sangir masuk ke Sulawesi. Sesudah kedua gelombang persebatan terurai di atas, asal dari benua Asia bagian Tenggara adalah pembawa kenudayaan neolithik. Bentuk fisik dari orang-orang itu dapat diperkirakan mengandung banyak ciri ciri Mongoloid. Adapun bahasa yang mereka ucapkan adalah suatu bahasa yang merupakan induk dari keluarga-keluarga bahasa Kadai, (sejumlah bahasa-bahasa Cina Selatan, di Hainan dan di Taiwan), bahasa Cham (di Vietnam Tengah), dan bahasa-bahasa Austronesia (di Samudra Indonesia dan Pasifik). Untuk memudahkan disebut bahasa Proto Austronesia. 

Persebaran dan masuknya manusia  ke nusantara pada perhistori kemudian pengaruh ragam kebudayaan pada era histori seperti : Kebudayaan Hindu, Kebudayaan Islam, dan Kebudayaan Eropa, menjadikan penduduk nusantara (sekarang Indonesia) memiliki latar belakang budaya serta pranata sosial masyarakatnya  beraneka ragam sebagaimana dapat disaksikan hingga masa kini. 

Koentjaraningrat (1985) mendefinisikan Pranata Sosial, adalah sistem yang menjadi wahana yang memungkinkan warga masyarakat itu untuk berinteraksi menurut pola-pola resmi atau suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kompleks-kompleks kebutuhan khusus dalam kehidupan masyarakat. Horton dan Hunt (1987)  mengemukakan, bahwa untuk mencapai suatu tujuan yang dianggap penting oleh masyarakat, diperlukan  sistem norma. Pranata Sosial berfungsi sebagai pedoman berperilaku, menjaga keutuhan masyarakat, dan sebagai alat pengendalian sosial. Dari pengertian dan fungsi pranata sosial sebagaimana dijelaskan di atas dapat disimpulkan, bahwa akan selalu tejadi perubahan sosial dan pranata sosial di setiap jaman. 

Perubahan sosial adalah bentuk peralihan yang merubah tata kehidupan masyarakat yang berlangsung terus menerus karena sifat sosial yang dinamis dan bisa terus berubah. Dan merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada individu dalam Masyarakat dan juga pranata sosial dalam suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, adat, budaya, sikap-sikap sosial, individu masyarakat tersebut, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Perubahan sosial merupakan serangkaian perubahan dalam pranata sosial suatu masyarakat yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam suatu masyarakat. Perubahan ini dapat bersifat bertahap atau mendalam dan memengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial.  

Perubahan pranata sosial di era digitalisasi adalah fenomena yang semakin kompleks dan dinamis. Teknologi digital memiliki potensi untuk membawa perubahan positif dan negatif, oleh karena itu  masyarakat dan pranata sosialnya  perlu beradaptasi dengan perubahan tersebut. Untuk itu, diperlukan kesadaran akan perubahan, pengembangan keterampilan digital, literasi digital, dan partisipasi aktif dalam masyarakat digital. Jenis pranata sosial juga mengalami perluasan, dari pranata sosial dunia nyata ke pranata sosial dunia maya. Pranata sosial dunia maya mewujud dalam bentuk platform media sosial (Facebook, Twitter, Istagram, grup WhatsaApp, dll). 

 Persoalan integrasi masyarakat merupakan tantangan krusial yang dihadapi setiap negara di dunia. Tingkat kesulitan dan kompleksitas proses integritas masyarakat berbeda-beda di setiap negara, tergantung kepada kompleksitas pranata sosial masyarakatnya.   Integrasi masyarakat,  adalah proses penyesuaian dan perpaduan unsur-unsur berbeda dalam masyarakat, seperti ras, etnis, agama, dan budaya, sehingga tercipta kesatuan dan harmoni. Menurut Widjaja (1986) integrasi adalah keserasian satuan-satuan yang terdapat dalam suatu sistem, bukan penyeragaman, namun merupakan hubungan satuan-satuan yang sedemikian rupa serta tidak merugikan masing-masing satuan. 

Dari pengertian dan ruang lingkupnya, terdapat hubungan yang sangat erat antara Pranata Sosial dengan Integrasi Masyarakat. Artinya  perubahan pranata sosial di era digital yang kompleks dan cepat akan berpengaruh langsung kepada cepat atau lambatnya terjadi integrasi masyarakat. Dalam proses integrasi masyarakat, diperlukan sistem norma dan tata kelakuan yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, menjaga keutuhan dan sebagai alat pengendali. Pranata sosial, seperti lembaga keluarga, pendidikan, agama, politik, dan ekonomi memberikan pedoman bagi masyarakat berperilaku sehingga terwujud interaksi dan kerjasama yang lancar guna mewujudkan kebutuhan bersama. 

 

B.     Peran dan Fungsi Pranata Sosial Mewujudkan Integrasi Masyarakat 

Eksistensi dari pranta sosial terdapat dalam dunia nyata dan dunia maya (social institutions in cyberspace). Peran dan fungsi pranata sosial dunia nyata dan dunia maya  sebagai berikut : 

 

1.      Pranata Sosial Dunia Nyata

 

1).  Lembaga Keluarga 

Dari perspektif teologi dan sejarah, lembaga pertama yang dibentuk oleh Allah Khalik langit dan bumi beserta isinya adalah keluarga (Kejadian 1: 26,27; Kejadian 2:24). Lembaga keluarga ini merupakan tempat awal mula anak-anak  mendapat pendidikan dari orang tuanya dan berinteraksi dengan saudara-saudara sekeluarga. 

Orangtua sebagai pendidik pertama dan utama berperan penting membangun hubungan timbal balik antara sesama anggota keluarga dengan orang tua. Hubungan yang harmonis  berdasarkan kasih. Pembudayaan sikap jujur, bertanggungkjawab, disiplin dan peduli terhadap sesama dan lingkungan maupun hubungan disharmoni antara anggota keluarga  berkorelasi langsung dengan pembentukan karakter  pada diri anggota keluarga. Keluarga adalah sahabat sejati yang selalu bersama anggota sekeluarga lainnya dalam keadaan terburuk sekalipun. Oleh karena itu, tidak berlebihan dikatakatan bahwa segala sesuatu yang terjadi di masyarakat merupakan hasil dari pendidikan setiap lembaga keluarga. 

2).  Lembaga Pendidikan 

Pendidikan merupakan proses penting dalam memanusiakan manusia dengan tujuan menganalisis perkembangan dan kemajuan sosial. Proses ini berfungsi sebagai alat bagi individu untuk berinteraksi secara tepat di komunitas dan masyarakatnya. Pendidikan dirancang untuk manusia Indonesia agar mereka mampu mengembangkan diri, meningkatkan kualitas hidup, dan martabatnya dalam bermasyarakat guna upaya mencapai tujuan nasional (Tilaar, H. A. R. 1992). 

3).  Lembaga Agama 

Lembaga agama memainkan peran penting dalam membentuk integrasi masyarakat melalui berbagai fungsi, seperti: mengajarkan nilai-nilai dan norma agama yang menjadi pedoman hidup, menjaga kerukunan antar umat beragama, memberikan pelayanan keagamaan, mengembangkan moral dan etika, serta memperkuat identitas keagamaan. Lembaga agama juga berperan dalam kegiatan sosial budaya, pengelolaan pendidikan agama, dan keterlibatan dalam isu politik. 

Selanjutnya, lembaga agama berperan penting juga untuk menyelesaikan konflik sebagai kategori sosiologis bertolak belakang dengan pengertian perdamaian dan Kerukunan (Hendropuspito. 1984:151). Perdamaian untuk kembali membangun integrasi masyarakat yang berbeda latar belakang, agama, dan adat budaya. Konflik dapat ditimbulkan oleh agama (Robertson, 1998). Sejalan dengan Robertson, Dhurkeim menguatkan, meskipun agama dalam tingkat sosial berfungsi sebagai integrasi kelembagaan masyarakat, tetapi fungsi agama sebagai integrasi kelembagaan masyarakat pada tingat individu bukannya tidak pernah menimbulkan masalah, karena kebutuhan masing-masing warga masyarakat yang tidak seragam, sehingga kemungkinan yang timbul dalam persamaan ialah perbedaan kebutuhan masyarakat yang bervariasi yang pada gilirannya dapat menimbulkan konflik. 

4).  Lembaga Politik 

Lembaga politik dan partai politik adalah dua hal yang berbeda, namun memiliki keterkaitan dalam sistem politik suatu negara. Lembaga politik adalah wadah yang digunakan untuk menjalankan fungsi politik seperti pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, dan pelaksanaan pemerintahan. Dalam perumusan kebijakan inilah ditetapkan kaidah, norma, etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang bertujuan terciptanya ketertiban sosial politik dalam negara. Lembaga-lembaga pemerintah seperti lembaga legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia), lembaga eksekutif (pemerintah Republik Indonesia), dan lembaga Judikatif (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Mahkamah Agung Republik Indonesia) adalah suprastruktur politik. Suprastuktur politik dan lembaga-lembaga non pemerintah (Lembaga Swadaya Masyarakat) adalah contoh dari lembaga politik. 

Partai politik bukan lembaga politik, kecuali ada kesepakatan semua anak bangsa bahwa partai politik sama dengan lembaga non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Partai politik,  adalah organisasi yang memiliki tujuan untuk meraih kekuasaan politik dan menerapkan program-programnya melalui pemilu atau mekanisme politik lainnya. 

5).  Lembaga Ekonomi 

Sebuah kegiatan ekonomi terdiri dari kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi. Agar kegiatan tersebut berjalan lancar, maka dibentuklah seperangkat aturan yang mengatur aktivitas tersebut. Lembaga pengatur itulah yang disebut sebagai lembaga ekonomi. Lembaga ekonomi adalah lembaga sosial yang mengatur masalah ekonomi berupa kebutuhan atau kesejahteraan materiil  ( Kamus Sosiologi, 2018 karya Agung Tri Haryanta dan Eko Sujatmiko).

Selain fungsi utama, lembaga ekonomi juga memiliki fungsi tersembunyi, seperti: Munculnya lembaga ekonomi merusak kebudayaan tradisional. Pola kehidupan yang telah mapan mendadak mengalami perubahan akibat perkembangan industri yang semakin masif. Meningkatnya kegiatan ekonomi dan perubahan pola produksi menyebabkan timbulnya kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan terjadi akibat eksploitasi berlebihan demi mencapai target pertumbuhan ekonomi.

 

2.      Pranata Sosial Dunia Maya (Social Institutions cyberspace)

 

 Pada umumnya pranata sosial dunia maya (Social Institutions cyberspace) mempunyai fungsi :

1)            Komunikasi;

2)            Pertukaran informasi;

3)            Membangun jaringan sosial;

4)            Mendukung kegiatan ekonomi;

5)            Menyediakan hiburan;

6)            Meangsan tumbuhnya kreasi dan inovasi;

7)            Mempercepat transformasi dan integrasi sosial / masyarakat;

8)            Memberikan akses informasi yang lebih luas; Dan

9)            Meningkatkan partisipasi / memobilisasi publik untuk berbagai kepentingan.

 

Adapum media sosial dunia maya antara lain :

1).    Media Sosial

Platform seperti : Facebook, Twitter, Istagram, dan Youtube. Kegiatan interaksi, berbagi informasi, dan membangun jejaring sosial yang cepat dan massif memungkinkan dilakukan melalui platform tersebut.

 

2).   E Commerce

Kegiatan E Commerce terdiri dari kegiatan distribusi. Munculmya E Commerce meniadakan tatap muka langsung antara penjual dengan pembeli Tatap muka dapat dilakukan dengan memanfaatkan  teknologi augmented virtual reality. Meningkatnya kegiatan E commerce tentunya akan diikuti dengan tata laksana, aturan, dan budaya berinteraksi secara augmented virtual reality. Misalnya, Tokopedia, Shopee, dan Lazada melayani transaksi jual beli secara daring.

 

 3).   Forum Online

Pengguna dapat melakukan kegiatan-kegiatan seperti dikusi, berbagi pengetahuan, pendidikan, dan informasi  sehingga terbangun komunitas maya berdasarkan minat, kebutuhan, dan topik tertentu melalui situs Web.

 

4).   Komunitas Virtual

       Komunitas virtual berperan untuk :

a.        Memperluas jejaring sosial;

b.       Mendorong interaksi sosial;

c.        Meningkatkan ketrmpilan;

d.       Memfasilitasi kolaborasi dan sinergisme.

 

Selain dari peran  komunitas Virtual, ia juga berfungsi :

a.          Menyediakan ruang untuk berbagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman terkait dengan minat dan bidang-bidang tertentu;

b.         Mendukung perkembangan pribadi;

c.          Memberikan akses ke berbagai sumber  belajar formal dan informal secara fleksibel;

d.         Meningkatkan keterlibatan komunitas;

e.          Mempengaruhi sikap dan perilaku.

 

C.    Integrasi Masyarakat / Bangsa

Sejak awal, para pendiri bangsa  telah menyadari, bahwa wilayah nusantara adalah wilayah yang memiliki beragam agama, ras, suku, bahasa, dan adat budaya. Persyaratan utama Indonesia merdeka adalah diperlukan integrasi bangsa. Integrasi bangsa merupakan proses pemersatuan suatu bangsa yang mencakup berbagai aspek  kehidupan, yaitu aspek politik, sosial, ekonomi dan budaya (Kasih & Triadi, 2024). Persatuan dan kesatuan diperlukan agar tidak terjadi perpecahan maupun konfllik antar warga masyarakat. Integrasi bangsa akan terwujud manakala seluruh warga masyarakat jamak  menerima dan konsisten mempraktikkan nilai-nilai moral, norma, dan etika berperilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai moral, norma, dan etika tersebut telah terumuskan dengan baik dalam Pancasila. Pancasila digali dari nilai-nilai adat budaya yang telah tumbuh kembang dan terbukti mumpuni di era kejayaan nusantara-1 (Sriwijaya) dan nusantara-2 (Majapahit).

 

Menurut para antropolog, masyarakat, adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi mengikuti suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas yang sama (Koentjaraningrat); Menurut ahli antropologi AS Ralph Linton, pengertian masyarakat ialah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap kelompoknya sebagai satu kesatuan sosial. 

 

Sedangkan menurut beberapa para sosiolog, masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Selo Sumarjan); Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, menjelaskan, bahwa masyarakat adalah kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok tersebut. Singkatnya, terdapat  kesamaan pengertian masyarakat baik menurut para antropolog maupun sosiolog. Kesamaan itu terdapat pada ciri : Sekelompok manusia, hidup bersama, wilayah tertentu, bekerja bersama dalam waktu relatif lama untuk mencapai tujuan hidup bersama.

 

Dari pengertian masyarakat menurut Antropolog maupun Sosiolog dapat ditarik kesimpulan, bahwa keberadaan pranata sosial dan integrasi masyarakat terjadi bersamaan dan saling terkait.

 

Warga negara adalah bagian dari warga masyarakat. Secara geografis, warga negara tersebar di setiap warga masyarakat. Hubungan antara warga negara dengan warga masyarakat adalah hubungan timbal balik, namun warga negara memiliki hubungan, hak dan kewajiban yang lebih luas terhadap negara dibandingkan dengan warga masyarakat. Integrasi bangsa atau integrasi nasional  adalah himpunan dari integrasi masyarakat yang terdapat dan tersebar di seluruh wilayah nusantara.

 

D.    Integrasi Masyarakat / Bangsa Dan Hambatannya

 

1.      Sejarah Disintegrasi Masyarakat / Bangsa Indonesia. 

     Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, sejarah mencatat telah terjadi berbagai upaya disintegrasi bangsa. Dimulai dengan disintegrasi masyarakat per wilayah tertentu. Semisal :  Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948. Pemberontakan ini dipicu oleh perbedaan ideologi antara ideologi Pancasila dengan Komunis; Pemberontakan  RMS tahun 1950. Pemberontakan yang dipimpin oleh Dr. Christian Robert Soumokil ini merupakan bentuk penolakan terhadap berdirinya NKRI; Pemberontakan  Andi Aziz tahun 1949.  Pemberontakan ini terjadi setelah Konferensi Meja Bundar, di mana Andi Aziz dan pasukannya menuntut agar hanya mereka yang dijadikan pasukan APRIS di Negara Indonesia Timur. Pemberontakan PRRI dan PERMESTA  tahun 1958. Pemberontakan ini terjadi di Sumatera dan Sulawesi, dipicu oleh ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat; Gerakan , DI/TII, dan gerakan separatis lainnya. Penyebabnya beragam, mulai dari ketidakpuasan terhadap pemerintah, perseteruan ideologi, hingga ketidakadilan sosial dan politik; Gerakan DI/TII yang : dipimpin oleh S.M. Kartosuwiryo di Jawa Barat, kemudian meluas ke daerah lain, dan bertujuan untuk membentuk negara Islam di Indonesia.

 

     Gerakan separatis di Aceh yang paling terkenal adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM). GAM memulai perlawanan terhadap pemerintah Indonesia pada tahun 1976 dan konflik ini berakhir dengan perjanjian damai di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Gerakan Aceh Merdeka ini dipicu oleh berbagai faktor, antara lain : Faktor sejarah, ketidak puasan masyarakat Aceh terhadap pemerintah Pusat, perbedaan pendapat mengenai hukum Islam, ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam dan peningkatan Jumlah orang Jawa di Aceh. Terakhir adalah pemberontakan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Pemberontakan OPM dimulai sejak tahun 1960 dan masih berlangsung hingga sekarang dengan nama  Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). Pemberontakan OPM adalah sebuah konflik yang kompleks dan berkelanjutan di Papua. Gerakan separatis ini memiliki akar sejarah yang panjang dan berbagai penyebab, termasuk perbedaan budaya, ketidakpuasan kepada pemerintah pusat dan pelanggaran hak asasi manusia. 

2.      Penyebab Disintegrasi Masyarakat / Bangsa

Secara umum, penyebab disintegrasi masyarakat / bangsa disebabkan berbagai faktor seperti perbedaan tajam ideologi. Perlakuan tidak adil, ketimpangan ekonomi / politik, konflik sosial, dan melemahnya fungsi pranata sosial yang ada. 

1). Perbedaan Ideologi. 

  Pengertian umum ideologi adalah suatu sistem gagasan, ide, dan keyakinan yang menyeluruh dan sistematis tentang berbagai aspek kehidupan, yang dapat menjadi pedoman atau arah bagi individu, kelompok, atau bahkan sebuah bangsa. Ideologi berfungsi sebagai pandangan hidup dan dapat mempengaruhi cara pandang, sikap, dan tindakan seseorang atau kelompok terhadap berbagai hal, termasuk politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Ideologi tidak pernah benar-benar mati, melainkan mengalami kemunculan, kemunduran, dan kebangkitan kembali (Mustofa Rejai, Political Ideologies. 1991). 

Bahwa masih ada kelompok dan golongan agama tertentu yang belum sepenuhnya menerima dengan ikhlas bahwa satu-satunya ideologi Negara Indonesia adalah Pancasila. Sikap tidak menerima Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara membuka peluang untuk terjadinya disintegrasi masyarakat / bangsa. 

2).      Ketidakpuasan Terhadap Pemerintah 

Disintegrasi masyarakat / bangsa sering muncul kepermukaan karena masyarakat merasa tidak puas dengan perlakuan pemerintah dalam pembangunan, pembelaan, dan pemberian kesempatan yang adil kepada anak bangsa tanpa memandang suku, agama dan ras 

3).     Ketidakadilan Sosial, Ekonomi dan Politik 

Ketimpangan dalam akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan layanan publik, serta diskriminasi berdasarkan suku, agama, atau ras, dapat menciptakan ketegangan sosial dan perasaan tidak adi. Kesenjangan pendapatan, kemiskinan yang tinggi, dan diskriminasi dalam akses ke sumber daya ekonomi dapat menciptakan rasa frustasi dan ketidakpuasan di tengah-tengah masyarakat yang pada gilirannya dapat memicu konflik dan disintegrasi. 

4).   Perseteruan Politik 

 Perseteruan politik yang tajam, seperti yang sering terjadi dalam proses pemilu atau konflik ideologis, dapat memicu perpecahan dan polarisasi masyarakat. Selain itu, Penggunaan identitas suku, agama, atau kelompok sebagai alat politik untuk meraih dukungan dan menguasai sumber-sumber ekonomi dapat memicu polarisasi dan konflik 

5).  Intoleransi 

Intoleransi, yang merupakan sikap tidak mau menerima perbedaan, dan merasa kelompoknya / olongannya yang paling hebat dan beriman menjadi penghambat utama integrasi nasional karena dapat memicu konflik sosial dan menghalangi rasa persatuan. Sikap intoleran seringkali ditunjukkan dengan tidak menghargai hak-hak orang lain, diskriminasi, dan gangguan terhadap kebebasan berkeyakinan seperti pembubaran paksa ibadah, penutupan rumah ibadah, pengrusakan rumah ibadah, dan pengrusakan atas makam dan simbol-simbol keagamaan tertentu.

 

E.     Tantangan dan Penguatan Pranata Sosial serta Integrasi Masyarakat

 

Proses integrasi masyarakat / bangsa Indonesia masih terus berproses dan berlangsung hingga hari ini. Selama pranata sosial yang ada, seperti lembaga keluarga, pendidikan, agama, politik dan lembaga ekonomi tetap konsisten mepraktikkan dasar negara Indonesia dan menjadikan Pancasila sebagai perekat persatuan masyarakat niscaya integrasi masyarakat / bangsa akan semakin kokoh. Sebaliknya jika pranata-pranata sosial tersebut terjebak dalam doktrin partisan yang sejak awal pengarus utamaan integrasi masyarakat hanya di labuhkan di wilayah pengimplementasian ajaran agama, yaitu hanya untuk memperjuangkan pemenuhan kebutuhan masing-masing umatnya, dan pada waktu yang bersamaan lembaga-lembaga ekonomi lainnya tidak mampu berdaulat dalam merumuskan kebijakan-kebijakan khas Indonesia. Ia telah dipengaruhi oleh norma / aturan internasional yang menganut Laissez-faire, maka integrasi masyarakat / bangsa hanyalah fatamorgana semata.

 

Oleh karena itu pimpinan tertinggi setiap pranata sosial yang ada baik berupa lembaga negara maupun non-negara terpanggil moralnya untuk senantiasa mengupayakan terwujud hubungan sosial antar suku bangsa, antar agama, dan antar golongan yang harmonis. penyesuaian untuk menghindari pertentangan dan dapat hidup berdampingan dan saling memberi imbalan atau pengorbanan baik secara materi maupun secara sosial (Ismail, 1993).

 

Adalah mustahil menciptakan kerukunan jikalau para pimpinan  pranata sosial yang ada bersikap partisan dalam segala hal. Disamping itu, kerukunan tidak mungkin tercipta jikalau masih ada faktor curiga dan prasangka lama, sikap eksklusif suku-suku bangsa yang ada, lembaga-lembaga agama, persaingan atau perebutan pengaruh keagamaan, politik, ekonomi, sosial, dan perbedaan pendapat dan cara menyelesaikan beberapa masalah kebangsaan (Nahrowi).  Bentuk rukun dan tidak rukun dapat dilihat dalam bidang kegiatan ekonomi, politik, kekeluargaan, kekerabatan, upacara lingkaran hidup tradisi dan kebudayaan setempat, kesenangan dan hiburan pendidikan dan lain-lainnya. Berkaitan  dengan itu, menurut simmel,  bahwa konflik dalam suatu masyarakat terkait dengan berbagai proses yang mempersatukan dalam kehidupan sosial dan bukan sekedar lawan persatuan atau integrasi. Konflik dan intergrasi dengan demikian, dapat dilihat sebagai bentuk lain dari sosiasi (yaitu proses dimana masyarakat itu terjadi yang meliputi interaksi timbal balik) yang satu tidak lebih penting atau lebih mutlak dari yang lainnya.  

 

Salah satu pranata sosial yang sangat berperan penting dalam proses integrasi masyarakat / bangsa adalah lembaga adat budaya berskala nasional. Lembaga adat budaya berperan sebagai penjaga tradisi, penggerak nilai-nilai lokal / universal, melestarikan nilai-nilai kebangsaan, menjaga kerukunan  dan kesatuan masyarakat, meningkatkan partsisipasi masyarakat dalam pembangunan nasional, mengawal dan mempertahankan jatidiri bangsa Indonesia, membentuk karakter nasional, mengawal konsistensi implementasi ideologi bangsa, dan mediator untuk menyelesaikan konflik kebangsaan.

 

 



Text Box: Sumber : detiknews-detikcom
 

 

 

 


Seiring dengan perkembangan jaman  dan mengingat strategi peran dan pentingnya fungsi pranata sosial dalam mewujudkan integrasi masyarakat jamak menjadi integrasi bangsa, maka peran dan fungsi pranata sosial perlu bertransformasi dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai moral, norma dan etika yang sejak awal telah disepakati dan diterima oleh warga masyarakat / bangsa.

 

F.     Contoh Kasus

1.      Pemberontakan papua

Sebagian masyarakat  Papua adalah contoh nyata yang menggambarkan dsedang terjadi proses disintegrasi masyarakat. Pemberontakan mereka disebabkan oleh ketidakpuasan sejarah, ketidakadilan sosial, pengelolaan dan pengalokasian hasil pengelolaan sumber daya alam yang yang tidak adil, pembangunan tidak merata, pelanggaran hak asasi manusia, dan konflik identitas serta budaya.

 

Ketidakpuasan sejarah itu diawali dengan terjadinya ketidakdemokratisan pelaksanaan Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA) pada tanggal 14 Juli-2 Agustus 1969 di Papua. PEPERA untuk menentukan status daerah Papua bagian barat  memilih antara merdeka atau bergabung dengan Indonesia. Menurut masyarakat Papua, pelaksanaan PEPERA tidak demokratis karena jika dilihat dari Perjanjian New York, sudah tertulis bahwa orang Papua akan melakukan penentuan nasib sendiri melalui one man one vote. Tetapi Indonesia tidak melakukan itu.

 

Text Box: Sumber : inspira tvMahasiswa Papua Barat Demo Di Jogja Tuntut Referendum Kemerdekaan Papua  Barat - INSPIRA TV

 

Seiring perjalanan waktu, yang terjadi di Papua bukan hanya pelanggaran HAM, juga kebijakan pemerintah Indonesia dalam pembangunan dan pengalokasian kekayaan sumberdaya alam Papua yang tidak berkeadilan, faktor-faktor inilah yang berkelindan dengan ketidakpuasan sejarah yang menyebabkan pemberontakan sebagian masyarakat Papua masih berlangsung hingga hari ini.

 

2.      Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 (Disintegrasi masyarakat di dunia maya)

 

Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2017  telah menyisakan dendam khususnya dari kelompok yang calonnya tidak menang dalam pemilihan. Pemilihan Gubernur DKI Jakarta  merupakan bagian dari konflik beragama karena Islam menyatakan untuk mendukung pemimpin yang beragam Islam dan melarang umat untuk memilih pemimpin yang non-muslim (kafir). Hal ini dipandang dan dianggap sebagai salah satu tindakan yang tidak toleran oleh non-Islam. Non-Islam merasa bahwa mereka memiliki hak dan kewajiban untuk menjadi pemimpin di negara dengan sistem pancasila ini. Mereka tidak terima jika hak asasi mereka dijegal bukan secara konstitusi melainkan secara politis.

 

Luka non-muslim semakin menjadi ketika ada beragam kegiatan kampanye yang bukan hanya menyudutkan mereka sebagai non-muslim, namun juga menyudutkan ras-ras tertentu seperti China, Tionghoa dan lain sebaginya. Maka dari itu, selama masa kepemimpinan gubernur baru Jakarta Anis Baswedan, beragam upaya untuk menyudutkan gubernur dan para pendukungnya sering terjadi dan banyak fakta yang bisa ditemukan. Salah-satu contohnya yakni adanya sebutan ‘gabener’ sebagai plesetan dari ‘gubernur’. Kemudian ada juga beberapa ungkapan lain seperti ditulis dalam status ‘nih hasil kerjaan gubernur yang seiman’ sambil memperlihatkan keburukan kinerja dari gubernur baru. Pendukung gubernur Anis yang sebagian besar adalah muslim tentu berusaha untuk membela dan tak sedikit juga dari mereka yang menghina seperti dengan sebutan ‘cebong, ahoker, dll’ dengan sadis pula. Tentu ini akan memperkeruh suasana dimana memperdalam luka bagi non-muslim yang merasa mendapatkan perlakukan intoleran tersebut.

 

Dalam proses kampanye Pemilihan Gubernur  DKI Jakarta, konflik bersentimen agama terjadi dan terlihat jelas. Demo besar-besaran dilakukan kelompok muslim menuntut Basuki Tjahja Purnama (Ahok) untuk diadili karena kasus penghinaan agama. Hal itu terjadi bertepatan dengan momen kampanye politik sehingga ada kelompok yang menduga jika demo-demo tersebut adalah salah-satu bentuk upaya menjatuhkan lawan politik. Kecurigaan dan dugaan non-muslim kepada muslim bukan tanpa alasan. Ada banyak fakta dan data, bahkan adanya fatwa yang mengharuskan memilih pemimpin muslim, itu menjadikan kelompok non muslim khususnya merasa didiskriminasi.

 

Akhirnya peperangan non fisik pun terjadi, khususnya yang ada di media sosial seperti facebook. Kemudian fenomena ‘perang’ tersebut terjadi lebih besar di media sosial salah satunya facebook. Disintegrasi masyarakat di dunia maya telah terjadi dan masih menyisakan perpecahan hingga hari ini.

 

Daftar Pustaka :

Ansyari, I., Adnan, M.F., &  Ahmad, B.R. (2019)., Peran Elit dalam Dominasi Partai Golkar

     di Kabupaten Tanah Datar Sejak Era Reformasi. NUSANTARA : Jurnal Ilmu

     Pengetahuan  Sosial, 6(2), 403. https://doi.org/10.31604/jips.v6i2.2019.403-416.

 

Azfa Nabil Shafi., Hilalludin., Adi Haironi , STIT Madani Yogyakarta Indonesia, Jurnal

     Nakula: Pusat  Ilmu Pendidikan, Bahasa dan Ilmu Sosial. Volume. 2, No. 5 September

     2024 e-ISSN: 3024-9945; p-ISSN: 3025-4132, Hal. 157-164.

  Dahlan Hi. Hasan., Desintagrasi.Jurnal Academica Fisip Untad, Vol. 05, No. 02 Oktober

  2013.

 

 Lina Herlina., Integrasi Sosial Dalam Konten Media Sosial Facebook. Temali: Jurnal 

        Pembangunan Sosial, Volume 1 Nomor 2 Tahun 2018.

        Horton, P., B., L.& Chester, H. (1987). Sosiologi Jilid (1) Edisi ke 6. Jakarta: Erlangga

        Ismail, Nawawi., Pola Hubungan Sosial Tokoh-tokoh Agama dalam rangka kerukunan

  Umat beragama, kasus di kelurahan Cigugur Tengah, Cimahi Jabar (dalam Sintesis

  Vol.1 No 1 tahun 1983).

 

Koentjaraningrat., Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, 1984, Jembatan, Jakarta.

 

--------------------., Pengantar Ilmu Antropologi, Aksara Baru 1985, Jakarta.

 

Mostafa Rejai., Political Ideologies : A Comparative Approach, 2nd Edition, 1994.

 

Pdt. Retnowati., Agama, Konflik dan Integrasi Sosial Refleksi Kehidupan Beragama di

Indonesia: Belajar dari Komunitas Situbondo Membangun Integrasi Pasca Konflik.

Universitas Kristen Satya Wacana.

 

Tri Haryanta dan Tri Haryanta dan Eko Sujatmiko)., Kamus Sosilogi, 2018.

 

 Widjaja, AW., 1986 lntegrasi Nasional, Bangsa dan Nation Indonesia dalam Manusia

       Indonesia: lndividu, Keluarga, dan Masyarakat. Jakarta: Akademika Pressindo.

 

Website :

 

1.         www.gramedia.com, September 2024.

2.         Kompas.com, 16/10/2020.

3.         Tirto.id.

 

 

 

 

 

 

Comments

Popular posts from this blog

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN HUMANIORA