AKHIR DARI
IDENTITAS NASIONAL ? |
PENDAHULUAN
Pemilihan judul “Akhir Dari Identitas Nasional” dilakukan
berdasarkan keprihatinan mendalam atas adanya kecenderungan kuat akan hilangnya
jatidiri bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh
berbagai sebab, antara lain : globalisasi dan ideologi transnasional. Jatidiri
diartikan sebagai ciri-ciri, identitas, gambaran, ataupun tanda (KKBI : 2001). Identitas
berfungsi sebagai pembeda atau pembanding dengan pihak lain. Dari pengertian
identitas sebagaimana dikemukakan di atas, maka identitas nasional adalah kepribadian atau jatidiri nasional
yang dimiliki suatu bangsa yang membedakannya dengan bangsa lain.
Identitas
nasional dalam konteks bangsa cenderung mengacu pada kebudayaan, adat istiadat,
dan karakter khas suatu Negara. Sedangkan identitas nasional dalam konteks
negara tercermin dalam simbol-simbol kenegaraan seperti : Ideologi Pancasila, Bendera
merah Putih, Bahasa Nasional yaitu bahasa Indonesia, Semboyan Negara yaitu
Bhinneka Tunggal Ika, Undang-Undang Dasar 1945, serta Bentuk Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat. Pusat kekuatan identitas nasional dalam
konteks Negara adalah Ideologi Pancasila.
Sudah seharusnya suatu bangsa memiliki local genius dalam menghadapi pengaruh budaya asing. Local genius atau kecerdasan setempat yaitu total dari ciri kebudayaan yang dipunyai bersamaan oleh masyarakat atau penduduk sebagai hasil dari apa yang terjadi di masa lampau. Local genius digunakan untuk menghadapi challenge dan response. Jika challenge besar sementara response kecil, maka bangsa tersebut akan punah dan hal ini sebagaimana terjadi pada bangsa Aborigin di Australia dan bangsa Indian di Amerika. Namun, jika challange kecil sementara response besar, maka bangsa tersebut tidak akan berkembang menjadi bangsa yang kreatif. Menurut Dr. I. Putu Ari Astawa, S.Pt.,MP, agar bangsa Indonesia tetap eksis dalam menghadapi globalisasi, maka harus tetap meletakkan jati diri dan identitas nasional yang merupakan kepribadian bangsa Indonesia sebagai dasar pengembangan kreatifitas budaya globalisasi. Sebagaimana terjadi di berbagai negara di dunia, justru dalam era globalisasi dengan penuh tantangan yang cenderung menghancurkan nasionalisme muncullah kebangkitan kembali kesadaran nasional.
Budaya asing yang mempengaruhi identitas nasional baik secara terang-terangan maupun subtil meliputi unsur Ideologi, Ekonomi, Politik, Sosial Budaya, Pertahanan dan Keamanan. Dari lima unsur area ini yang paling rawan dan mudah dipengaruhi adalah unsur Sosial Budaya.
Dalam konteks Indonesia, bahwa
globalisasi bukan saja dialami di abad ke-20, tetapi sejak ribuan tahun yang
lalu. Sebelum Indonesia merdeka, disebut nuswantara atau nusantara yang
direpresentasikan oleh Kerajaan Sriwijaya di Sumatera pada abad ke-7 dan
kerajaan Majapahit di pulau Jawa pada
abad ke-15. Pengaruh budaya asing ketika itu sudah berlangsung intensif dan
ekspansif yaitu melalui siar agama Islam dan Kristen. Yang terakhir ini terjadi
pada masa penjajahan Belanda di nusantara.
Penyiaran agama Islam yang berlangsung di nusantara dilakukan bersamaan dengan kegiatan di bidang ekonomi yaitu penguasaan atas sumber daya alam dan jalur perdagangan hasil-hasil bumi nusantara. Alasan pentingnya penyiaran agama Islam adalah manusia harus berbakti kepada Allah dalam semua bidang kehidupan. Menurut Abdul A’la al-Maududi : Perintah-perintah Allah dalam Al Qur’an, yang terdiri dari prinsip-prinsip etika, sosial, politik, dan ekonomi, pidana, dan sebagainya, tidak akan dapat dieksekusi secara menyeluruh kecuali di wilayah Negara Islam.
Berdasarkan keyakinan sebagaimana dikemukakan
Abdul A’la al-Maududi. Pada uraian selanjutnya, penulis akan memusatkan
pembahasan pengaruh dari ekspansi (baca Globalisasi) Gerakan Islam
Transnasional di Indonesia.
GERAKAN ISLAM TRANSNASIONAL
Gerakan Islam transnasional adalah gerakan Islam yang bersifat internasional. Terminologi transnasional lebih bersifat subjektif karena menyangkut agama. Oleh karena itu, Gerakan Islam Transnasional menjadi sebuah terminologi yang tergolong baru dalam kajian akademik. Istilah tersebut telah menjadi sebuah ‘nomenklatur’ yang secara umum dipahami sebagai sebuah ideologi yang melintasi batas kenegaraan (nation state).
Sesungguhnya gerakan Islam Transnasional sudah terjadi di nuswantara atau nusantara (mencakup wilayah Indonesia) sejak abad ke-7. Namun Gerakan Islam Transnasional yang marak akhir-akhir ini adalah bagian dari era kebangkitan dan pembaharuan Islam yang berkembang di Timur Tengah sejak abad ke-18. Pasca runtuhnya kekhalifahan yang berpusat di Turki Usmani pada 1924, gerakan tersebut telah menemukan momentum yang tepat dengan membentuk kekuatan-kekuatan baru dalam melakukan perlawanan terhadap kolonialisme dan imperialisme Barat. Hadirnya gerakan Islam transnasional di Indonesia adalah bagian dari gerakan revivalisme Islam di Timur Tengah yang berpengaruh langsung terhadap corak keislaman di Indonesia. Jalur transmisi ide-ide gerakan ini melalui jalur gerakan sosial, pendidikan serta publikasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lib ForAll Foundation, sebuah institusi non-pemerintah yang memperjuangkan terwujudnya kedamaian, kebebasan, dan toleransi di seluruh dunia, pola-pola penyusupan gerakan Islam transnasional sangat beragam, seperti pendekatan finansial hingga hal-hal yang tidak terpikirkan seperti melalui layanan kebersihan (cleaning service) gratis di masjid-masjid, bahkan pola akademis atau berbagi pengetahuan.
Secara jumlah jiwa, Indonesia adalah negara Muslim terbesar di dunia karena sebagian penduduknya menganut agama Islam, namun secara persentase terhadap total populasi, Indonesia menempati urutan kesebelas di bawah Pakistan. Menurut Undang-Undang dasar 1945, Indonesia bukan negara agama bukan pula negara sekuler, namun karena challenge penduduknya kecil sementara responsenya besar membuat muslim Indonesia menjadi sasaran empuk bagi para aktivis gerakan - gerakan Islam transnasional garis keras untuk mengkampanyekan gerakan mereka dan pada akhirnya menjadikan Indonesia menjadi negara Islam sebagai negara Khilafah yang kaffah.
Bukan rahasia umum, bahwa sejak Indonesia
merdeka, telah banyak dan makin masif gerakan
- Gerakan Islam Transnasional yang berhasil tumbuh dan berkembang di bumi
persada nusantara, Indonesia. Puncak perkembangan Gerakan Islam Transnasional
di Indonesia terjadi pada tahun 2004 -2014. Gerakan Islam Transnasional umumnya
memiliki ciri ideologi yang membuang konsep negara bangsa (nation
state), sebagai gantinya meyakini dan menerapkan negara umat (ummah state). Gerakan ini didominasi
oleh corak pemikiran skripturalis fundamentalisme atau ekstrim dan selalu secara literer mengimplementasikan Al Qur’an
dan Hadits dalam kehidupan beragama serta berbangsa dan bernegara. Gerakan
Islam Transnasional ini antara lain : Wahabi, Ikhwanul Muslimin; Hizbut Tahrir;
Syi’ah; Jama’ah Tabligh Indonesia; Dan Khawarij.
Dalam sejarah Islam, pengkafiran paling awal
gemar dilakukan oleh kelompok Khawarij, sekelompok orang yang keluar dari
barisan Khalifah ‘Ali ibn Abi Thalib terkait Tahkȋm dalam perang Shiffȋ melawan Mu’awiyah. Sebagai kelompok yang
tidak setuju dengan tahkȋm, mereka
mengkafirkan siapa pun yang berbeda sikap dan pandangan, baik dari pihak Ali
maupun Mu’awiyah. Bahkan mereka membunuh siapa pun yang telah dikafirkan.
Jargon mereka bahwa “Hukum hanya milik Allah,” telah mengesampingkan peran akal
manusia dalam memahami pesan-pesan wahyu.
1). Wahabi
Pada umumnya orang yang sering mempertanyakan mengapa ajaran agama, khususnya Islam dicampurbaurkan dengan urusan politik dan kenegaraan secara harafiah. Tentu tidak semua mazhab dalam agama Islam menerapkannya secara harafiah. Dalam leksikon politik Islam sering muncul istilah Islam politik. Islam politik sekurang-kurangnya bertolak dan dikenali dari empat cara pandang.
Pertama, Islam adalah agama kaffah, agama sekaligus negara, ibadah dan politik. Kadar paling radikal meletakkan
politik dan penegakan system politik sebagai pokok dan rukun agama.
Kedua, tujuan penegakan system politik adalah formalisasi syariat
Islam dalam pengertian sempit, yaitu penerapan hukum jinayat Islam seperti potong tangan, jihad, rajam, qishas, ta’zir, dan seterusnya.
Ketiga, Islam politik menghendaki representasi dan nominasi
pemimpin/politisi Muslim serta alokasi kue ekonomi kepada umat Islam. Islam
dalam “politik biting” adalah bentuk. Ukuran keberhasilannya adalah sejauh mana
umat Islam mendominasi politik dan pengusaha Muslim mendominasi ekonomi.
Keempat, Islam politik cenderung mengaburkan agama dan politik.
Politik yang kerap terjadi adalah Islam menjadi tameng dan alat perjuangan
politik. Jadi jelaslah tidak ada pemisahan yang tegas antara agama dengan
negara, justru sebaliknya negara harus dikelola berdasarkan agama, dalam hal
ini Al-Qur’an dan Hadits.
Infiltrasi Ideologi
Wahabi pertama di Indonesia adalah di Minangkabau pada abad ke-19, berawal dari
3 orang haji yang berasal dari Minangkabau sangat terpengaruh oleh indoktrinasi
gerakan Wahabi serta agama Islam/Mazhab Hambali di Arab Saudi. Negara Darul
Islam Minangkabau di bawah pimpinan Tuanku Nan Renceh (1803-1821) adalah
beragama Islam/Mazhab Hambali, sedangkan alam Minangkabau sudah teguh beragama
Islam/golongan Syiah pada tahun
1513-1804. Tahun 1803-1807, tentara Padri berideologi Wahabi melakukan teror dan
pembersihan alam Minangkabau dari ajaran-ajaran agama di luar Wahabi. Periode
ini disebut periode teror oleh Gerakan Islam Kaum Putih di Minangkabau.
Tentara Padri melanjutkan
perluasan pengislaman/Mazhab Hambali-Wahabi dengan terlebih dahulu merebut dan
menduduki Toba dan Silindung pada tahun 1818-1807. Berlainan dengan orang-orang
Batak di Selatan, orang-orang Batak di Utara menolak agama Islam yang
dipaksakan oleh tentara Padri. Tentara Padri berhasil menang melawan orang
Batak Toba. Diperkirakan sekitar 75 persen orang dari populasi bangso Batak ketika itu terbunuh
termasuk anak-anak dan perempuan. Sisanya, 25 persen yang tersisa adalah mereka-mereka yang berhasil melarikan
diri ke hutan dan tunduk pada pasukan Padri. Bahkan tawanan para
wanita bangso Batak dijadikan budak seks tentara Wahabi dan membunuh mereka
yang sakit-sakitan.
Lazimnya ada sikap dan kesukaan utama semua ajaran. Ada yang bersifat sesuai dengan nilai-nilai universal, ada juga tidak bersesuaian bahkan bertolak belakang. Nilai-nilai universal antara lain : keadilan, kesetaraan, kemanusiaan kasih, persaudaraan. Sikap dan kesukaan utama Wahabi sejak awal gerakannya tidak berbeda dengan sikap Khawarij, selain membunuh serta merampas kekayaan dan wanita untuk dijadikan budak seks, juga termasuk menghancurkan kuburan dan peninggalan-peninggalan bersejarah; mengharamkan tawassul, isti,ana dan istighatsah, syafa’at, tabarruk, dan jiarah kubur; membakar buku-buku yang tidak sejalan dengan paham mereka; memvonis musryrik, murtad, dan kafir siapa pun yang melaksanakan amalan-amalan yang tidak sesuai dengan ajaran Wahabi, walaupun sebenarnya tidak haram. Sebelum mempunyai kekuatan fisik atau militer, Wahabi lazim melakukan kekerasan doktrinal, intelektual, dan psikologis dengan menyerang siapa pun yang musyrik, murtad, dan kafir. Namun, setelah mereka mempunyai kekuatan fisik atau militer, tuduhan tersebut dilanjutkan dengan serangan-serangan fisik seperti pemukulan, amputasi, dan pembunuhan. Ironisnya, Wahabi menyebutkan semuanya itu sebagai dakwah, amr ma’ruf nahy munkar dan jihad.
Secara umum, ajaran Wahabi sebenarnya bertentangan dengan nilai Lima Dasar Negara Republik Indonesia sebagai identitas nasional. Tabiatnya yang keras, suka memvonis musyrik, kafir, murtad terhadap sesama Muslim-apalagi yang non-Muslim-serta aksi-aksi brutal dan destruktif lainnya yang gemar mereka lakukan adalah bukti sahih yang sulit ditolak. Padahal, nilai Lima Dasar negara Indonesia berisikan antara lain amaran Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama) serta Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila kedua). Sebagai pandangan hidup, Lima Dasar negara mengajarkan bahwa setiap insan manusia adalah ciptaan termulia dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak seorang pun manusia berhak atas nyawa manusia lainnya. Manusia sama derajatnya di hadapan-Nya.
Oleh karena itu, setiap insan manusia terlepas dari ajaran agama dan keyakinannya wajib hukumnya saling mengakui, menghargai, dan mengedapankan kemanusiaan secara adil dan beradab. Indonesia tidak mengenal diksi yang gemar dilakukan kaum penjajah dalam arti luas, yaitu terma mayoritas-minoritas. Dalam terma mayoritas-minoritas, kaum minoritas harus tunduk dan mengalah kepada aturan-aturan yang ditetapkan kaum mayoritas. Identitas bersama kaum minoritas harus tunduk kepada identitas bersama mayoritas. Pemaksaan demikian sama saja dengan mengakhiri identitas minoritas yang bertentangan dengan Persatuan Indonesia (sila ke-3) dan merampas kemerdekaan kaum minoritas. Bukankah kemerdekaan itu hak segala bangsa? Tidak dapat disangkal bahwa, pergolakan politik Islam di di dunia luar Arab Saudi merupakan pemicu utama lahirnya kebijakan penguasa Arab Saudi dalam menyikapi pergolakan politik Islam.
Akhir tahun 1970 dan awal tahun 1980 merupakan suasana menegangkan bagi penguasa Saudi. Keberhasilan Revolusi Islam Iran pada tahun 1979, ditambah pemberontakan Juhayman al-Uteybi dan anak buahnya yang menduduki Masjidil Haram pada tahun yang sama, sudah cukup membuat penguasa Saudi sangat terancam. Pada dekade 80-an proyek Wahabisasi global dengan dukungan dana (Saudi) dan sistem (Ikhwanul Muslimin) bergerak jauh lebih cepat. Hal ini dilasanakan melalui yayasan-yayasan Wahabi Rabithaht al-Alam al-Islami, al-Haramain, International Islamic Relief Organization (IIRO), dan banyak lainnya.
Perlu dicermati dan diwaspadai perubahan radikal sikap Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) di Saudi akhir-akhir ini. Ia meninggalkan Wahabi puritan dengan memperkenalkan Wahabi baru bentuk Islam moderat, modern, dan rasional. Ideologi “Wahabi baru” yang diperkenalkan Pangeran MBS merupakan antitesis Wahabi lama yang menjadi ideologi Arab Saudi sejak berdirinya negara Arab Saudi I tahun 1744 hingga Arab Saudi III tahun 1932.
Dalam berbagai diskursus, termasuk di media, nama ideologi Wahabi baru disematkan kepada negara Arab Saudi saat ini karena pangeran MBS dan pejabat tinggi lainnya di negara itu tidak pernah secara terang-terangan menyatakan bahwa mereka meninggalkan Wahabi sebagai ideologi negara mereka. Artinya, pangeran MBS tetap berpegang teguh atas ideologi Wahabi, tetapi dengan perspektif baru yang moderat dan rasional. Perubahan sikap Pangeran MBS tentulah dilatarbelakangi kondisi internal potensi perubahan produksi dan sumber daya alam serta dinamika geopoltik Islam global. Apakah kondisi kekuatan militer Wahabi sedang melemah?
2). Ikhwanul Muslimin
Mesir adalah negara dimana
Ikhwanul Muslimin berdiri pada tahun 1928. Pendirinya adalah Hasan al-Banna.
Ada tiga aliran pada dekade 1928, Inggris menjajah Mesir dan Palestina;
Perancis menjajah Maghreb dan Syria; Sedangan Itali menjajah Libya. Sebagaimana
diketahui aliran ideologis yang dibawa para penjajah adalah liberalisme oleh
Inggris, nasionalisme (perkembangan dari semboyan liberte, egalite, dan fraternette) oleh
Prancis, dan Itali yang dikuasai oleh Mussolini menganut faham fasisme. Fasisme
(Fascism) berasal dari kata facses (Latin) atau fascio (Italia) yang berarti batang-batang kecil diikat dalam
satu-kesatuan sehingga sulit untuk dipatahkan. Artinya fasisme adalah symbol
kekuatan melalui persatuan.
Hasan al-Banna seorang
penentang penjajahan Inggris. Ia prihatin atas kemunduran peradaban Islam serta
umat Islam yang meninggalkan ajaran Islam murni. Untuk itulah Hasan al-Banna mendirikan Ikhwanul
Muslimin. Para aktivis gerakan Islam yang memahami secara literer isi Al Qur’an
dan Hadits dan pada saat bersamaan terpanggil berjuang melawan kezholiman akan
tergoda mengadopsi dan menerapkan ajaran-ajaran yang bersumber dari adab dan
budaya bangsa lain. Sayangnya hal itulah yang terjadi kepada Hasan al-Banna dan
pengikutnya tampak meyakini bahwa ideologi dan sistem gerakan fasisme
Itali-Mussolini dan komunisme Uni Soviet lebih berguna mencapai tujuannya
daripada liberalisme yang menjungjung kebebasan bagi setiap orang untuk
mencari kebenaran dan mengamalkan ajaran agamnya. Disamping itu al-Banna
berkenalan dengan gagasan Wahabi, dan sejak awal sekali pola pikir totalitarianisme-sentralistik
fasisme, komunisme dan Wahabisme sudah ada dalam DNA Ikhwanul Muslimin.
Secara faktual, tidak berlebihan dikatakan bahwa, Ikhwanul Muslimin adalah anak kandung dari ideologi Barat dan sekaligus memusuhi induknya. Dari fasisme Mussolini-Itali mereka mengadopsi sistem totalitarianisme dan negara sentralistik, namun menolak nasionalisme. Dari Komunisme Uni Soviet, mereka mengadopsi totalitarianisme, sistem penyusupan dan perekrutan anggota (cell system), strategi gerakan, dan internasionalisme, namun menolak ateisme. Berdasarkan fakta ini beberapa ahli menyebut Ikhwanul Muslimin dan garis keras lainnya sebagai Islamofasisme, yakni sebua gerakan politik yang bertujuan mewujudkan kekuasaan mutlak berdasarkan pemahaman mereka atas Al-Qur’an. Gerakan-gerakan revivalis Islam pada umumnya, termasuk Ikhwanul Muslimin, menginginkan kembalinya “masa keemasan” Islam, yakni masa nabi Muhammad saw, dan empat khalifah pertama, ketika kekuasaan berada di satu tangan penguasa tertinggi Khalifah.
Gerakan Ikhwanul Muslimin memasuki Indonesia pada dekade 1980-an. Tokoh penting yang mengusung jalur ini adalah Rahmat Abdullah dan Hilmi Aminudin Hasan. Ada tiga jalur penting pengembangan Ikhwan di Indonesia, yakni kelompok Usroh di kampus, Alumni Timur Tengah dan Alumni LPPIA. Pertemuan tiga jalur inilah yang selanjutnya melahirkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sampai sekarang ini.
Natur dari khianat terhadap sesama pejuang yang berbeda ideologi, namun bahu-membahu dalam perjuangan dan berhasil mengalahkan musuh bersama adalah balas dendam dan bersifat agresif kepada pengkhianat. Sayyid Qutb, yang menjadi ideolog dan salah satu pemimpin Ikhwanul Muslimin setelah al-Banna dibunuh, merasa penguasa di Mesir ketika itu telah berbuat khianat, kejam, dan aniaya. Kekecewaan politikus Ikhwanul Muslimin membuat Qutb dan pemimpin yang lain menyerang penguasa Mesir melalui tulisan-tulisannya dan menuduh siapa pun yang tidak mengikuti ideologi kerasnya sebagai murtad, kafir dan halal darahnya. Karya-karyanya sarat dengan gagasan seperti kafir, Fir’aun, serta jahiliyah modern untuk mengkategorikan siapa pun yang tidak sejalan dengan ideologinya. Disamping pengaruh Hizbut Tahrir dalam pertemuannya dengan tokoh Hizbut Tahrir selama di penjara, jelaslah semuanya itu pengaruh dari Wahabisme. Selain daripada itu gagasan-gagasan seperti revolutionary-vanguard dan International movements juga bermunculan dalam karya-karya Qutb, yang merupakan pengaruh kuat dari komunis yang masih kuat pada masa itu.
Perkawinan antara Wahabi dengan Ikhwanul Muslimin
Pada tahun 1954, penguasa Mesir, Nasser melakukan pemenjaraan kepada banyak pemimpin
Ikhwanul Muslimin selain Qutb. Langkah represif penguasa Mesir ini membuat
banyak tokoh Ikhwanul Muslimin merasa tidak aman lagi tinggal di Mesir, dan
Arab Saudi menjadi tempat tinggal yang menarik. Di antara mereka yang melarikan
diri ke Arab Saudi adalah menantu Hasan al-Banna, Said Ramadan yang termasuk
salah seorang pendiri Rabithaht al-‘Alam al-Islami. Said Ramadan pindah ke
Eropa dan membawa Ikhwanul Muslimin ke Eropa dengan dukungan dana dari Wahabi
untuk menguasai umat Islam Eropa agar menjadi
pengikut ideologi Wahabi-Ikhwanul Muslimin. Tariq Ramadan, cucunya Hasan
al-Banna melalui ibunya, adalah tokoh intelektual terkenal Eropa sekarang.
Keturunan pertama hasil perkawinan Wahabi-Ikhwanul
Muslimin pada dekade 60 an adalah lahirnya gerakan garis keras yang banyak di
seluruh dunia hingga dewasa ini. Keduanya berbagi fanatisme ideologis, ambisi
kekuasaan sentralistik, orientasi internasional, dan formalisasi agama.
Kekuatan Wahabi adalah kepemilikan dana yang melimpah tetapi rendah dalam
bidang pendidikan. Kelebihan pemimpin dan anggota Ikhwanul Muslimin adalah
mereka terpelajar namum kurang dalam hal keuangan.
Arab Saudi sengaja mengundang Ikhwanul Muslimin dengan maksud sekali dayung dua sampai tiga pulau terlampaui. Pertama : Ikhwanul Muslimin yang merupakan musuh Gamal Abdel Nasser bisa menjadi sekutu strategis melawan Pan Arabisme-Sosialisme Nasser. Kedua, para anggota Ikhwanul Muslimin yang terpelajar bisa membantu Arab Saudi membangun dan memperkuat sistem penyebaran Wahabi ke seluruh dunia.
Al-Qaeda adalah keturunan lain dari hasil perkawinan Wahabi-Ikhwanul Muslimin, hal ini terlihat jelas dari kehadiran para Wahabi yang dipimpin Osama bin Laden (Murid Muhammad Qutb) dan Ayiman al-Zawahiri bersama pengikutnya. Al-Zawahiri sudah menjadi anggota Ikhwanul Muslimin sejak usia 14 tahun dan sangat kuat dipengaruhi Sayyid Qutb. Dia adalah pemimpin ke dua al-Jihad - Egyptian Islamic Jihad – yang bertanggungjawab atas terbunuhnya presiden Mesir, Anwar Sadat pada tahun 1981.
3). Hizbut
Tahrir (Partai Pembebasan)
Dalam suatu organisasi apapun yang memiliki visi dan misi
yang sama, para pimpinan berpeluang
mencari jalan sendiri-sendiri atau memisahkan diri karena tiadanya kesepakatan
bersama cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan organisasi. Ada cara
kompromistis, pragmatis tanpa ideologi.
Ada-cara-cara ekstrim yang mendasarkan diri pada ideologi yang diturunkan dari
individu yang dihormati dan dimuliakan.
Demikianlah yang terjadi pada Taquiddin al-Nabhani yang kecewa kepada Ikhwanul Muslimin dan menuduhnya terlalu moderat dan akomodatif terhadap Barat, akhirnya mendirikan Hizbut Tahrir di al-Quds Palestina tahun 1953. Pada awal tahun 1953, HT mengajukan ijin pendirian partai politik kepada Departemen Dalam Negeri Pemerintah Yordania, namun ditolak, bahkan dilarang karena dipandang ilegal.
Secara historis, HT prihatin melihat keterpurukan umat Islam dalam rentang waktu yang cukup panjang. sejak abad ke-19, peradaban Islam berada dalam keterpurukan akibat dominasi penjajahan Barat. Dalam kondisi demikian, banyak gerakan Islam berusaha mengembalikan kejayaan Islam. HT menilai mereka bukannya semakin mendekat kepada tujuan, tetapi semakin tidak terarah, bahkan berputar-putar dalam keterpurukan. Secara normatif, HT didirikan dalam rangka menyambut firman Allah. Di sisi lain tujuan didirikannya HT adalah untuk mengembalikan Islam melalui dakwah dan jihad yang hanya dapat diatasi oleh tegaknya pemerintahan Islam atau Khilafah Islamiyah. Hizbut Tahrir sangat mengutamakan politik dan kesadaran politik, oleh karena itu diperlukan partai politik dengan landasan normatif Partai Politik. HT menegaskan bahwa mewujudkan partai politik yang berfungsi untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui khilafah adalah kewajiban aqidah Islamiyyah. Kewajiban ini adalah fardhu kifayah.
Dalam pandangan HT, partai tersebut haruslah partai yang berdiri tegak di atas akidah Islam, mengadopsi hukum-hukum syari’at dan berjuang menegakkan khilafah. Sedangkan partai komunis maupun kapitalis, kesukuan, dan nasionalis merupakan partai yang harus dilarang/haram. Demikian pula partai yang mengajak pada demokrasi, sekularisme dan freemansonry. Maka, berdasarkan pandangan HT partai-partai di Indonesia adalah ilegal karena menyeru pada nasionalisme atau demokrasi.
Landasan normatif partai politik berdasarkan kaidah fiqhiyah: “Suatu kewajiban yang tidak bisa ditunaikan dengan sempurna kecuali dengan adanya sesuatu hal, maka sesuatu itu menjadi wajib juga.” Kaidah ini tercantum dalam kitab-kitab HT, seperti dalam kitab Mafahim Hizb al-Tahrir, namun di dalamnya tidak dikaitkan dengan masalah organisasi politik. Baru dalam kitab yang berjudul Hizb al-Tahrir tercantum kaitannya dengan direalisasikannya partai politik yang bernama Hizb al-Tahrir.
Meskipun HT dalam tulisan-tulisannya sering mengklaim bahwa negara khilafah yang mereka cita-citakan adalah negara yang sifatnya manusiawi, bukan negara teokrasi, namun eksistensinya wajib ditegakkan di dunia. Hal ini mengingat pandanga HT hanya ada dua status territorial dunia yakni dar al-kufr dan dar al-Islam. Sementara itu, Dar al-Islam terbagi dua : dar al-bughyi, yaitu wilayah dimana khalifah dibaiat secara tidak sah atau tidak syar’i. Oleh karena itu khilafah sebagai institusi terbaik dan paling Islami, enjadi wajib ditegakkan dan haram menegakkan institusi lain di luar khilafah. Di sinilah terletak bahaya subtil dari HT, yaitu dalam hal tertentu gerakan ini tampak “ramah.” Misalnya, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia) menarik garis demarkasi dengan tegas, bahwa dirinya tidak identik dengan NII. Mereka juga berupaya mengeritik secara masif RUU Intelijen. Dalam masalah ideologi politik tidak ada kompromi, sangat sensistif bahkan “garang.” Misalnya, kapitalisme, sekularisme, sosialisme, demokrasi, komunisme, dan agama selain Islam dianggap sebagai sesat dan kufur, demikian juga dalam pengembangan produk turunannya. “Hukum Memvonis sesat sesama Muslim. Dari perspektif tersebut di atas, maka ideologi lima dasar yang dinamai Pancasila dan bentuk negara Indonesia adalah sesat dan kufur. Demikian juga bahwa Indonesia sebagai negara sekuler, maka hukumnya wajib diperangi dan diganti dengan negara khilafah yang kaffah.
Gerakan Hizbut Tahrir di Indonesia berawal dari para aktivis masjid kampus Masjid Al-Ghifari, IPB Bogor; Masjid Salman, ITB bandung. Dibentuk kemudian halaqah-halaqah (pengajian-pengajian kecil) untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan HT. Sebuah konferensi Internasional soal Khilafah Islamiyah digelar di Istora Senayan pada 2002.
Konferensi juga menandai lahirnya organisasi Hizbut Tahrir di Indonesia. Organisasi ini langsung memproklamirkan diri sebagai partai politik yang berideologi Islam, namun menolak bergabung dengan sistem politik yang ada. Penolakan ini merupakan bentuk baku dari HT Internasional. Dalam pengembangannya, sasaran dakwa HT adalah masjid-masjid di kabupaten.
REBUTAN PENGARUH DAN MASSA
Indonesia menjadi negara yang menarik bagi Gerakan Islam Transnasional garis keras : Wahabi, Ikhwanul Muslimin, dan HT untuk menancapkan pengaruhnya dalam rangka melaksanakan masing-masing cita-cita mereka. Faktor-faktor yang membuat Indonesia menarik antara lain : banyaknya jumlah madrasah dan pesantren di Indonesia-pada September 2022 terdapat 82.418 Madrasah dan 29.975 pesantren; kebebasan yang kebablasan pasca runtuhnya rejim Orde baru Soeharto pada tahun 1998; lemahnya pemerintahan penganut zero enemy tahun 2004-2014; maraknya korupsi; penegakan hukum yang tajam ke bawah tumpul ke atas; Indonesia dianggap negara sekuler; penguasaan sumber daya alam oleh sekelompok orang tertentu; dan terlebih-lebih bagian terbesar dari masyarakatnya memandang tinggi keturunan Arab sebagai keturunan nabi Muhammad saw.
Keruntuhan rejim Orde baru dan ditiupkannya atmosfer kebebasan yang kebablasan di awal era reformasi, bukan saja menjadi awal yang baik bagi Indonesia, justru menjadi jalan lapang bagi gerakan dakwah masjid untuk beroperasi mengisi ruang publik bangsa. Terjadilah perpindahan gerakan aktivis dakwah dari masjid kepada gerakan penegakan syari’at Islam di ruang publik bangsa Indonesia. Selain iklim kebebasan yang diciptakan di era reformasi, Gerakan Islam Transnasional garis keras semakin mendapatkan tempat di hati masyarakat, karena situasi sosial, budaya, ekonomi, politik Indonesia yang memburuk. Hal ini ditandai dengan lemahnya pemerintahan (governmentless), hukum tidak berfungsi sebagaimana mestinya (lawless), membuat masyarakat tidak mendapatkan apa-apa sebagaimana amanat UUD 1945. Dalam kondisi psikologis masyarakat yang cenderung putus harapan, maka tawaran ilusif dari kelompok-kelompok Islam garis keras dengan romantisme kejayaan Islam masa lalu kait-mengait (berkelindan) menjadi usaha besar untuk menerima ideologi Islam membangun masyarakat yang sejahtera.
Pemerintah pasca reformasi abai mengisi ruang publik kosong dengan menggencarkan sosialisasi ideologi negara Indonesia (lima dasar) dan wawasan kebangsaan. Alih-alih membuktikan bahwa lima dasar negara tersebut sakti menuntun bangsa Indonesia pada arah dan kebijakan yang benar membawa rakyat Indonesia sejahtera berkeadilan dan adil berkesejahteraan sebagaimana amanat UUD 1945, justru pemerintah membuka karpet merah bagi berkembangnya gerakan Islam garis keras dengan konsep zero enemy. Ruang kosong publik diisi oleh ragam gerakan Islam. Salah satu diantaranya ialah gerakan Salafi. Dalam prakteknya, ajaran Salafi sangat dipengaruhi oleh pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab, dengan demikian gerakan Salafi merupakan bagian dari paham Wahabi. Gerakan ini baru muncul di Indonesia pada awal dekade 1980-an. Gerakan ini bertujuan untuk membendung pengaruh Ikhwanul Muslimin, Syi’ah, Hizbut Tahrir, Jama’ah Tabligh dan aliran lainnya. Alumni Lembaga Ilmu Islam dan Arab ( LIPIA ) angkatan pertama, kini menjadi tokoh terkemuka di kalangan salafi. Generasi pertama LIPIA tersebut sangat anti terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin, Hizbut tahrir, Jamaah Tabligh dan Darul Islam.
IDEOLOGI ISLAM DAN EKSISTENSI IDENTITAS
NASIONAL
Masuknya kembali agama ke ruang publik secara masif telah menggerus identitas nasional bersama, dan pada gilirannya menyebabkan perpecahan bangsa. Sejarah membuktikan, bahwa membendung agama sebagai doktrin komprehensif dengan asas sekularisme tidak akan pernah berhasil meski arus sekularisasi terus berlangsung. Melihat kenyataan itulah, Habermas menganggap perkembangan politik kontemporer saat ini sebagai fase pasca-sekularisme, dimana entitas agama tidak lagi dianggap barang haram yang harus dihindari. Namun demikian diperlukan persyaratan tertentu dan tegas untuk tidak menggerus identitas nasional bersama dan menjadikannya sebagai ideologi negara.
Indonesia bukanlah negara sekuler, bukan juga negara agama. Kaum nasionalis-bukan sekuler dengan kaum agama dapat melakukan dialog tulus. Dalam istilah Rawls, disebutnya sebagai kesepakatan tumpang tindih (overlapping consensus). Berbeda dalam konteks negara modern, dimana kelahiran ideologi sekuler dipercaya sebagai doktrin yang menyeluruh dan tidak membutuhkan agama, maka dalam konteks negara Indonesia, justru lahirnya Lima Azas (Pancasila) sebagai dasar dan ideologi negara memberi ruang kepada gerakan agama berpartisipasi sebagaimana tertuang dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa (sila dasar-1). Sila pertama inilah yang sesungghnya suatu overlapping concensus antara negara dan agama serta sesama anak bangsa.
KESIMPULAN
1) Wahabisme adalah ajaran agama Islam yang bertujuan untuk memulihkan dan memurnikan ajaran
Islam seperti aslinya, yaitu persis seperti kaum yang awal di Madinah pada
zaman Rasulullah SAW. Siapa saja yang menghalangi pemulihan umat suci yang
asli itu layak dimusnahkan. Tabiat Wahabi
keras, suka memvonis musyrik, kafir, murtad terhadap sesama Muslim-apalagi yang
non-Muslim-melakukan aksi-aksi brutal dan destruktif.
2) Para ahli menyebutkan Ikhwanul Muslimin dan garis keras lainnya sebagai
Islamofasisme, yakni sebuah gerakan politik yang bertujuan mewujudkan kekuasaan
mutlak berdasarkan pemahaman mereka atas Al-Qur’an. Gerakan-gerakan revivalis
Islam pada umumnya, termasuk Ikhwanul Muslimin, menginginkan kembalinya “masa
keemasan” Islam, yakni masa nabi Muhammad saw, dan empat khalifah pertama,
ketika kekuasaan berada di satu tangan penguasa tertinggi Khalifah.
3) Keturunan pertama hasil perkawinan Wahabi - Ikhwanul Muslimin pada dekade 60 an adalah lahirnya gerakan garis keras yang banyak di seluruh dunia hingga dewasa ini. Al-Qaedah adalah keturunan lain dari hasil perkawinan Wahabi-Ikhwanul Muslimin, hal ini terlihat jelas dari kehadiran para Wahabi yang dipimpin Osama bin Laden (Murid Muhammad Qutb) dan Ayiman al-Zawahiri bersama pengikutnya.
4)
Hizbut
Tahrir (Partai Pembebasan) didirikan dalam rangka menyambut firman Allah.
Di sisi lain tujuan didirikannya HT adalah untuk mengembalikan Islam melalui
dakwah dan jihad yang hanya dapat diatasi oleh tegaknya pemerintahan Islam atau
Khilafah Islamiyah. Hizbut Tahrir sangat mengutamakan politik dan kesadaran
politik, oleh karena itu diperlukan partai politik dengan landasan normatif
partai politik sebagai wadah perjuangan mendirikan negara Khilafah.
Wahabi,
Ikhwanul Muslimin, dan HT adalah gerakan Islam transnasional garis keras yang
memiliki tujuan utama yang sama yaitu berdirinya Khilafah Islamiyah. Suatu
pemerintahan yang berideologikan Islam mula-mula. Kesamaan lainnya antara lain :
mengharamkan negara bangsa (nation state),
menolak pluralisme, menolak nasionalisme berdasarkan wilayah. Mereka hanya
mengakui negara ummah. Pembeda
ketiganya terletak pada strategi mewujudkan serta pengelolaan pemerintahan pra
dan pasca tercapainya tujuan utama. Ketiadaan trustworthy di antara ketiga gerakan tersebut merupakan masalah
tersendiri yang tidak pernah dapat terselesaikan dengan baik.
Selama
penyelenggara negara / pemerintahan Indonesia belum berhasil mempersempit
antara harapan rakyat sesuai dengan cita-cita para pendiri negara Indonesia
dengan yang didapatkan rakyat, maka tawaran pemerintahan Khilafah Islamiyah
semakin memikat hati rakyat Indonesia. Jika demikian, maka Indonesia menjadi Khilafah
Islamiyah dengan konsekwensi :
1) Diawali dengan kerjasama yang apik diantara ketiganya, setelah tujuan tercapai yaitu meng - khilafahkan Indonesia, maka akan terjadi konflik bersenjata di antara
ketiganya. saling bunuh dan saling menghancurkan untuk tampil menjadi khalifah
tunggal.
2) Kelompok-kelompok
agama baik Islam yang tidak sejalan Wahabi-Ikhwanul Muslimin- HT (kelompok agama
Islam moderat dan inklusif) akan membentuk kelompok tersendiri, demikian juga
kelompok agama lainnya. Kedua kelompok tersebut akan bersatu mengadakan perlawanan.
3) Kelompok-kelompok adat budaya yang tidak sejalan dengan budaya Islam akan mengadakan per -lawanan. Kelompok budaya ini akan bergabung dengan kelompok agama Islam moderat dan inklusif serta kelompok agama selain agama Islam.
Indonesia akan dilanda perang antar agama, perang antar suku, perang antar daerah. Situasi peperang-an tersebut akan dimanfaatkan pihak ketiga untuk menghancurkan Indonesia. Berakhirlah Identitas Nasional alias Indonesia hilang dari peta dunia!.
6.
PENUTUP
Tidak terbayangkan jikalau
Indonesia hilang dari peta dunia akibat kecerobohannya mengelola negara dan
pemerintahan sesuai sesuai dengan UUD 1945 yang berasaskan pada lima dasar
negara Indonesia.
Masih
ada waktu membenahi diri dan kembali kepada jati diri bangsa Indonesia yang
asali sebelum keadaan makin genting dan terlambat, dengan cara :
1) Hendaknya para pimpinan partai politik
memposisikan diri sebagai negarawan yang mengutamakan kepentingan nasional,
Bukan sebagai vampir penghisap kekayaan alam Indonesia, penghisap kedaulatan
rakyat melalui pendewaan kekuasaan.
2) Reposisi
dan refungsionalisasi Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia baru. MPR baru
tidak beranggotakan DPR, tetapi beranggotakan utusan golongan, utusan agama,
utusan budaya, utusan suku-suku terpencil, utusan pemuda, utusan perempuan,
utusan profesional, utusan pengusaha, utusan olahragawan/wati, TNI, POLRI
dll.
3) Membubarkan Ormas atau Partai Politik yang tidak berideologikan Pancasila sebagai satu-satunya ideologi negara dan tidak berkonstitusikan UUD 1945.
4) Menata
ulang sistem ketatanegaraan Indonesia yang sesuai dengan karakter serta jatidiri bangsa Indonesia.
5) Dll.
---------------------------------------
Santiamer Silalahi. Ketua Umum Jaga Pancasila Zamrud Khatulistiwa (GALARUWA), 2022-2027; Sekretaris Jenderal Kerukunan Masyarakat Hukum Adat Nusantara (KERMAHUDATARA), 2023-2028.
Daftar Pustaka
Buku
Abdul A’la al.Maududi, Sistem Politik Islam, terj. Asep Hikmat (Bandung : Mizan, 1995),
hlm. 186-187.
Abdurrahman
Wahid (ed.).2009, Ilusi Negara Islam,
Ekspansi Gerakan Islam Transnasional di Indonesia. Jakarta : The Wahid
Institute.
Ainur Rofiq al-Amin,Membongkar Proyek Khilafah ala Hizbuth
Tahrir di Indonesia,Cetakan I :
2012, PT LKIS Printing Cemerlang Jogyakarta, hlm.21-22.
Aksa, Gerakan Islam Transnasional: Sebuah Nomenklatur, Sejarah dan
Pengaruhnya di
Indonesia.Yupa:Historical
Studies Journal, 1(1), 2017: hlm. 1.
Giancarlo
Bosetti, Iman Melawan Nalar (Perdebatan Joseph Ratzinger Melawan Jurgen
Habermas), diterjemahkan oleh Hary Susanto, (Yogyakarta : Kanisius, 2009),
hlm.5-36.
Hizb al-Tahrir, Mafahim
Hizb al-Tahrir (T.Tp. : Hizb al-Tahrir, 2001), hlm. 14.
Hizb al-Tahrir, Hizb
al-tahrir (T.tp. : Hizb al-Tahrir, 1953), hlm 5.
I Putu Ari Astawa, Identitas
Nasional, hlm. 3.
Irfan
Noor, Islam Transnasional Dan Masa Depan
NKRI : Suatu Persfektif Filsafat Politik (Ilmu Ushuluddin, Vol. 10, No 1, Januari 2011, hlm
1-21.
John
Rawls, Political Liberalism, (New
York: Columbia Univ. Press 1993).
Mangaradja Onggang Parlindungan, Tuanku Rao, Penerbit Tanjung Pengharapan, hlm. 84,91, 121-171.
M. Kholid Syeirazi, Membedah Islam Politik, Politik Islam, dan
Khilậfah. Ilusi Negara Khilafah. Esai -
esai tentang Khilafah, Politik Takfir, dan Neo Khawarij, hlm.3-7.
Yahya Abdurrahman, “ Biografi Singkat Pendiri Hizbut Tahrir
Syaikh Taqiyuddin al-Nabhani,” dalam Al-Wa’ie, No. 55 Th. V, edisi Khusus (Maret,
2005), hlm. 35-36.
Website :
bangimam-berbagi.blogspot.com, 10 Sept. 2022.
Jogi Sirait, Detail.id, Genosida dan Jejak Para Leluhur Tano Batak, 31 Desember 2019.
Mantap Pak...
ReplyDelete