PHISING DARI PERSPEKTIF PERBUATAN HUKUM
I.
PENDAHULUAN
Keberadaan dan kemajuan teknologi informasi bagaikan pisau bermata dua,
artinya di satu sisi dapat dipergunakan untuk menghasilkan kemaslahatan bagi
umat manusia, di sisi lain dapat disalahgunakan dan mendatangkan penderitaan bagi pelaku,
keluarga, dan korban phising.
Era digital adalah suatu era
dimana segala kegiatan non phisik dilakukan secara digital. Sisi positifnya, banyak
kegiatan dapat dilakukan di dunia maya ( cyber
) seperti komunikasi dua arah, pertukaran informasi dan data, transaksi
keuangan, mendapatkan informasi/data : Institusi atau organisasi, kelompok
masyarakat dan individu dengan mudah, murah, dan cepat. Itulah keunggulan
digitalisasi.
Keunggulan digital tersebut dapat disalahgunakan untuk tujuan-tujuan yang
merugikan institusi, masyarakat, dan individu. Misalnya perundungan ( bullying ), menyebarkan berita bohong ( hoax ), perjudian, dan phising. Karena
tujuannya tidak baik, tentulah dilakukan secara ilegal.
Untuk tujuan penulisan atau Taskap ( kertas karya pribadi ), penulis akan
memfokuskan pembahasan pada phising
dari persektif Perbuatan Hukum. Dengan mengetahui konsekwensi hukum phising, diharapkan pengguna media
digital tidak menyalahgunakan kemajuan teknologi informasi. Hal yang sama juga
diharapkan, setiap orang pengguna media digital dapat mengetahui dan melakukan
langkah-langkah pencegahan agar tidak
menjadi korban phising.
II.
PEMBAHASAN
Phising adalah suatu
perbuatan untuk melakukan penipuan dengan mengelabui target dengan maksud untuk
mencuri akun target, dengan cara menyebarkan broadcast yang seringkali dilakukan melalui email palsu dengan
muatan informasi palsu yang mengarahkan target ke halaman palsu untuk menjebak
target sehingga pelaku mendapatkan akses terhadap akun korban. Perbuatan
phising ini juga tidak hanya membuat sebuah situs yang seolah-olah mirip dengan
situs asli yang resmi, namun juga perbuatan phising ini melakukan sebuah tindakan
menerobos atau menjebol suatu sistem elektronik. Walaupun perbuatan phising masih
memiliki beberapa kekaburan terutama pada modus operandi pelaku, namun tidak
berarti pelaku phising tidak dapat
dijerat hukum
Apakah phising
termasuk perbuatan hukum, sehingga pelakunya dapat dikategorikan melakukan
perbuatan melawan hukum (PMH)? Perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum
(orang atau badan hukum) yang secara sengaja dilakukan sehingga menimbulkan
hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Dalam konteks phising, perbuatan yang dilakukan, adalah menipu atau
mengelabui seseorang. Perbuatan tersebut termasuk dalam kategori perbuatan yang
dilarang oleh hukum (onrechtmatige daad), yaitu suatu perbuatan yang menimbulkan
kerugian kepada orang lain.
Tindak pidana
penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP lama (masih berlaku) dan Pasal 492 UU
1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak diundangkan, tahun 2026.
Bunyi Pasa 378 KUHP : “Barang siapa dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai
nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian
kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya,
atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan
dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Menurut R. Sugandhi, unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam Pasal 378 KUHP adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak ( R. Sugandhi). Pekerjaan penipu adalah : Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang; Maksu membujuk adalah untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak; Mebujuknya dengan memakai identitas palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong (R. Soesilo).
Dengan disahkannya dan diberlakukannya Undang-Undang ITE yang pada awalnya dibentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan kemudian dibentuk lagi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang telah berlaku sampai saat ini. Karena phising dilakukan melalui media maya (Cyber media), maka yang diberlakukan untuk menjerat pelaku adalah dengan menerapkan Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2016. Hal ini selaras dengan asas hukum Lex Specialis derogate Legi Generali, artinya aturan-aturan yang bersifat khusus dianggap berlaku meskipun bertentangan dengan aturan-aturan umum. Bunyi Pasal 35 Jo Pasal 51 ayat (1) UU ITE : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik dipidana penjara paling lama 12 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 miliar.”
Sebagaiman disebutkan pada paragraph
sebelumnya, bahwa perbuatan phising ini
juga tidak hanya membuat sebuah situs yang seolah olah mirip dengan situs asli
yang resmi, namun juga perbuatan phising ini melakukan sebuah tindakan
menerobos atau menjebol suatu sistem elektronik tertentu, menggunakan identitas
dan password korban dengan tanpa hak, maka dapat dijerat Pasal 30 ayat (3) jo.
Pasal 46 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi : “Setiap
orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer
dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apapun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan dipidana penjara paling lama 8 tahun
dan/atau denda paling banyak Rp800 juta.” Tidak hanya itu, perbuatan
memindahkan atau mentransfer informasi dan/atau dokumen elektronik milik
korban, misalnya isi rekening, pelaku phishing dapat dijerat dengan Pasal 32
ayat (2) jo. Pasal 48 ayat (2) UU ITE yang berbunyi: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak dipidana
penjara paling lama 9 tahun dan/atau denda paling banyak Rp3 miliar.”
Selain itu, perbuatan phising secara
tidak langsung diatur dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan
Data Pribadi terdapat pada Pasal 66 dan 67, sebagai berikut: Pasal 66 UU PDP: “Setiap Orang dilarang membuat Data Pribadi
palsu atau memalsukan Data Pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain.”
Pasal 67 UU PDP ayat (1) : “Setiap
Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh tau mengumpulkan Data
Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
miliar rupiah).” Ayat (2) : “Setiap
Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang
bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan /atau pidana denda paling banyak
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).” Ayat (3) : “Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data
Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).”
III.
PENCEGAHAN
Tidak
mudah terhindar dari godaan dan terlindung dari perbuatan phising, maka perlu dilakukan
tindakan-tindakan sebagai berikut :
1.
Melawan Godaan
Melakukan perbuatan Phising :
a. Mensosialisasikan
kepada seluruh masyarakat bahwa perbuatan phising adalah perbuatan melanggar
hukum dan dapat dijerat hukuman berat dan denda ratusan juta sampai miliaran
rupiah;
b. Melakukan edukasi
kepada siswa mulai dari tingkat SD sampai SLTA, bahwa pengetahuan teknologi
digital haruslah digunakan mendatangkan kemaslahatan bagi peradaban manusia,
dan sebaliknya akan menyebabkan penderitaan baik bagi diri sendiri,
keluarga, dan orang lain apabila
menyalahgunakannya.
2.
Mencegah terjadinya phising :
a. Pelajari informasi terbaru tentang
phising agar dapat mengurangi risiko terkena phishing.
b. Berhati-hati sebelum mengklik tautan
yang dikirimkan oleh orang yang tidak dikenal, pastikan tautan tersebut berasal
dari situs resmi.
c. Pasang toolbar anti-phising pada
seluruh browser yang digunakan.
d. Periksa keamanan situs sebelum
mengirimkan atau mengisi informasi apapun, pastikan URL situs dimulai dengan
"https" dan disebelah nama situs ada ikon kunci tertutup.
e. Periksa akun online secara berkala.
f. Jangan pernah mengirimkan informasi
sensitif melalui email dan jangan mengklik link pada pesan yang terindikasi phising.
g. Kurangi berbagi informasi pribadi di
media sosial dan berhati-hati saat diminta mengisi form.
h. Gunakan software resmi dan selalu update
antivirus.
i. Waspada terhadap email dan pesan
instan yang tidak diminta.
j. Berhati-hati saat menerima pesan yang
meminta informasi pribadi, pastikan situs tersebut sah sebelum memberikan
informasi yang diminta.
3.
Penegak hukum
melakukan penegakan hukum seadil-adilnya.
IV.
PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa phising adalah salah satu kejahatan elektronik atau cyber crime dalam bentuk penipuan. proses
phising ini bermaksud untuk mendapatkan informasi yang sangat sensitif seperti username, password dan detail kartu kredit dalam bentuk meniru sebagai sebuah
entitas yang dapat dipercaya/legitimate
organization. Phising dilakukan dengam memanfaatkan media sosial dan/atau
media online, biasanya berkomunikasi secara elektronik.
Jenis phising yang paling banyak ditemui
adalah menggunakan platform: email
phising; spear phising; whaling; web phising.
Peraturan perundang-undangan yang
mengatur hukum atas phising diatur dalam
Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Kemudian juga terdapat dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan kemudian
dibentuk lagi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Pasal Pasal 35 jo Pasal 51 ayat (1), Pasal 30 ayat (3) jo Pasal 46 ayat (3),
Pasal 32 ayat (2) jo. Pasal 48 ayat (2). Kemudian juga terdapat dalam
Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi Pasal 66 dan
67.
1. Kitab Undang-Undang
Pidana.
2. R. Sugandhi. Kitah Undang-Undang Hukum Pidana denga Penjelasannya, Surabaya
:
Usaha Nasional, 1980, hlm. 396-397.
3. R. Soesilo. Kitab Undang-Undang HUkum Pidana (KUHP)
serta dengan komentar-
komentarnya.
Lengkap
Dengan Pasal demi Pasal. Bogor : Politeia, 1986.
4. Undang-Undang No 27 tahun 2022 tentang Perlindungan
Data Pribadi
5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Comments
Post a Comment