ANTROPOLGI INTEGRASI NASIONAL
INTEGRASI NASIONAL DI ERA DIGITAL
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MPU TANTULAR
Santiamer Silalahi, C.Me., Nim. : 243300020039
Dosen Pengampu : Serepina Tiurmaida, S.Sos., M.Pd., M.I.kom
Integrasi Nasional
I. Pendahuluan
Isu integrasi nasional mengingatkan kita kepada semangat nilai-nilai Sumpah Pemuda (National Oath) para putra-putri bangsa ndonesia yang dideklarasikan oleh pemuda-pemudi Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928. “ Berbangsa yang satu: Bangsa Indonesia; Bertanah air yang satu : Tanah air Indonesia; dan Berbahasa yang satu Bahasa Indonesia. Nilai utama yang terkandung dalam Sumpah Pemuda tersebut adalah Persatuan dan Kesatuan bangsa Indonesia atau Integrasi Nasional. Integrasi nasional adalah proses menyatukan berbagai unsur atau komponen masyarakat menjadi satu kesatuanyang utuh, harmonis, dan berkesinambungan. Proses ini melibatkan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan keamanan, serta bertujuan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa (Lemhannas RI).
Sebagian dari definisi integrasi nasional menurut Lemhannas RI, kurang tepat, karena mempersyaratkan penyatuan yang bersifat fisik yaitu unsur atau komponen masyarakat. Unsur masyarakat terdiri dari : Manusia; Adanya Interaksi; Hidup bersama dalam kesatuan; Dan sistem hidup bersama (Abdulsyani, 2007:14). Unsur-unsur yang perlu dipersatukan adalah yang bersifat non fisik, seperti : Menghargai perbedaan, gotong royong, menghargai dan mengedepankan kemanusiaan, menghargai penegakan hukum yang berkeadilan serta memiliki dan mempraktikkan ideologi Pancasila.
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia sejak awal telah menyadari, bahwa wilayah nusantara adalah wilayah yang memiliki beragam budaya, ras, suku, bahasa, dan adat-istiadat. Untuk nusantara yang merdeka menjadi negara Indonesia, maka persyaratan utama adalah diperlukan upaya menyatukan keberagaman tersebut, adanya integrasi nasional sangatlah penting. Integrasi nasional merupakan proses pemersatuan suatu bangsa yang mencakup berbagai aspek -aspek kehidupan, yaitu aspek politik, sosial, ekonomi dan budaya.(Kasih & Triadi, 2024). Persatuan dan kesatuan diperlukan agar tidak terjadi perpecahan maupun konfllik antar warga masyarakat. Integrasi nasional suatu bangsa berjalan lancar, jika seluruh warga masyarakat jamak atau heterogen menerima dan konsisten mempraktikkan nilai-nilai moral, norma, dan etika berperilaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai moral, norma, dan etika tersebut telah terumuskan dengan baik dalam Pancasila. Pancasila digali dari nilai-nilai adat budaya yang telah tumbuh kembang dan terbukti mumpuni di era kejayaan Nusantara-1 (Sriwijaya) dan Nusantara-2 (Majapahit). Kemudian dijabarkan dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyar Republik Indonesi (MPR RI) Nomor: VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Ketetapan MPR RI ini bertujuan untuk mewujudkan citra luhur bangsa sebagaimana dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dalam konteks Antropologi lembaga negara MPR RI adalah pranata sosial.
Tiga perempat abad lebih setelah Indonesia merdeka sejak tahun 17 Agustus 1945, lembaga-lembaga negara dan lembaga non negara telah banyak melakukan upaya-upaya untuk memantapkan integrasi nasional. Namun bukannya semakin bersatu dalam kesatuan, malah cenderung semakin menjauh. Hal ini diindikasikan dengan masih suburnya faktor curiga dan prasangka lama, sikap eksklusif suku-suku bangsa yang ada, lembaga-lembaga agama, persaingan atau perebutan pengaruh keagamaan, politik, ekonomi, sosial, dan perbedaan pendapat dan cara menyelesaikan beberapa masalah kebangsaan (Nahrowi).
I. Permasalahan
Harus diakui bahwa mewujudkan integrasi nasional tidak semudah membalik tangan. Bahwa Indonesia memiliki lebih dari 3.000 suku bangsa dengan latar belakang adat budaya dan agama berbeda-beda dan mendiami 17.380 pulau merupakan satu kenyataan dan berkah sekaligus menjadi tantangan dalam upaya mewujudkan integrasi nasional.
Suku-suku bangsa Indonesia telah sepakat bahwa Pancasila adalah: Sumber nilai-nilai fundementasl; A Belief system; Philosophy Grondslag; Grondwet; Sumber Etika, Moral, dan Budaya; Perekat dan Pemersatu bangsa / Integrasi nasional; Wawasan Kebangsaan; Strategic Vision; Dan Sumber Kekuatan Strategis Bangsa Indonesia, artinya, pranata sosial untuk integrasi nasional sudah tersedia dan lebih dari cukup bahkan sempurna.
Lembaga
negara yang berperan dan berfungsi untuk mengawasi / mengendalikan pranata
sosial integrasi nasional telah dibentuk pada tahun 1979 yang disebut Badan
Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila(BP7),
kemudian
dengan alasan yang tidak masuk akal. presiden B.J. Habibie membubarkannya pada
tahun 1999. Pasca pembubaran BPT, ternyata integritas nasional bukannya
semakin membaik tetapi justru kebebasan yang kebablasan telah mengeliminasi
sumber etika, moral, dan nilai-nilai fundamental integrasi nasional. Perlahan
tetapi pasti sumber etika, moral dan budaya telah berganti sumber pada nilai-nilai
agama tertentu. Pancasila sebagai perekat dan integrasi bangsa diabaikan. Kemudian
lembaga yang mirip BP7 yaiitu Badan Pembinaan Ideologi Pancailsa (BPIP) bentuk
pada tanggal 28 Februari 2018. Tujuan pembentukan BPIP adalah untuk mengaktulaisasikan sekaligus merevitalisasi Pancasila
sebagai sumber etika, moral, dan budaya,. Namun demikian curiga dan prasangka lama, sikap
eksklusif suku-suku bangsa yang ada, lembaga-lembaga agama, persaingan atau
perebutan pengaruh keagamaan, politik, ekonomi, sosial, dan perbedaan pendapat
dan cara menyelesaikan beberapa masalah kebangsaan belum mengalami perbaikan
yang signifikan.
I. Jalan Keluar
Mencermati permasalahan integrasi nasional yang tidak kunjung semakin membaik walaupun negara sudah memiliki pranata sosial yang cukup lengkap, maka perlu dimanfaatkan kemajuan Teknologi digital di era globalisasi untuk :
1. Mengintensifkan dan mengekstesifkan sosilaisasi, bahwa perbedaan bukanlah sesuatu yang harus ditolak, kemudian mengambil langkah untuk melakukuan homogenitas secara paksa dan vulgar;
2. Mensosialisasikan reaktuaisasi dan revitalisasi nilai-nilai Pancasila kepada seluruh warga masyarakat;
3. Meningkatkan kwalitas pendidikan multikultural;
4. Membangun toleransi dan keterbukaan;
5. Menjelaskan latar belakang serta tujuan produk peraturan perundang-undangan yang disinyalir memuat unsur diskriminasi.
Selain lima usulan jalan keluar dari permasalahan tersebut di atas, maka perlu juga dipertimbangkan pembentukan lembaga negara baru atau memberdayakan lembaga negara yang sudah ada dengan penguatan pada kedudukan, kewenangan, peran, dan fungsi yang lebih powerful dari sebelumnya dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian pranata sosial yang telah ada.
Bahan bacaan :
1. Brigjen TNI (Purn) Junias Marvel Lumban Tobing, M.Sc. Pancasila Satus-satunya Ideologi Bangsa Indonesia, Cetakan Pertama, Oktober 2021.
2. Dahlan Hi. Hasan., Desintegrasi.Jurnal Academica Fisip Untad, Vol. 05, No. 02 Oktober 2013.
3. Ismail, Nawawi., Pola Hubungan Sosial Tokoh-tokoh Agama dalam rangka kerukunan Umat beragama, kasus di kelurahan Cigugur Tengah, Cimahi Jabar (dalam Sintesis Vol.1 No 1 tahun 1983).
4. Pdt. Retnowati., Agama, Konflik dan Integrasi Sosial. Refleksi Kehidupan Beragama di Indonesia: Belajar dari Komunitas Situbondo Membangun Integrasi Pasca Konflik. Universitas Kristen Satya Wacana.
5. Wawasan Demokrasi, D., Nasional Dan Tantangan Membentuk Warga Negara Yang Berwawasan, I., Kholilatus Tsania, N., Lutfi Buchari, T., Anugrah TryanaHikmah, S., Raudhah, N., & Depriya Kembara, M. (2024). The Dynamics Of Democratic Insight: “Nationa Integration And The Challenge Of Forming Informed Citizens.” Jurnal Inovasi Ilmu Pendidikan, 2(3), 72–78. https://doi.org/10.55606/lencana.v2i3.3700
Website :
1. hhtp://file.upi.edu.
2. Narasi,co. 8 Maret 2023.
Comments
Post a Comment