ANTROPOLOGI: DIFUSI, AKULTURASI, ASIMILASI, PEMBARUAN ATAU INOVASI

            

                      

                                  

Santiamer Silalahi

Nim : 143300020039

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Mpu Tantular

Dosen Pengampu : Serepina Tiur Maida, S.Sos., M.Pd., M., Ikom

 

             

         

A.    Pendahuluan

Seorang perantau, pulang ke kampung asalnya setelah beberapa dekade meninggalkannya. Waw…..dia berdecak kagum. Ia  menemukan perubahan yang luar biasa di kampung asalnya. Cara berpakaian anak muda, cara berkomunikasi dan penampilan mereka keren banget. Sudah tidak ada lapo yang ditemukan. Lapo yang diterangi lampu petromax telah berubah menjadi café diterangi permainan cahaya warna-warni yang menari-nari. Ia pun terpaksa menyesuaikan diri dengan perubahan sosial  yang telah merubah wajah kampung halamannya.

Perubahan sosial budaya adalah benang merah yang menghubungkan difusi, akulturasi, asimilasi, pembaharuan atau inovasi. Semua konsep tersebut melibatkan perubahan dalam masyarakat, baik melalui penyebaran unsur budaya (difusi), percampuran budaya (akulturasi dan asimiliasi), atau penciptaan hal baru (pembaharuan atau inovasi). Difusi memulai proses, akulturasi dan asimilasi mengolah unsur-unsur baru, sementara pembaruan atau inovasi mendorong terciptanya perubahan yang lebih signifikan dan berkelanjutan.

 

          B.    Pembahasan

      1.      Difusi

     Perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan      ideologi menyebabkan adanya variasi dari cara hidup yang diterima suatu masyarakat Gitlin dan Gitlin menyebutnya perubahan sosial. Lebih lanjut Gitlin dan Gitlin menjelaskan bahwa penyebab terjadinya perubahan sosial adalah adanya proses difusi dan penemuan-penemuan tertentu oleh masyarakat. Singkatnya difusi adalah suatu proses penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu ke individu atau masyarakat ke masyarakat lainnya (Drs. Sugharyanto, M.Si, Geografi dan Sosiologi).

      Sebelum kemajuan teknologi seperti sekarang ini, penyebaran kebudayan tersebut merupakan dampak logis  dari perpindahan atau migrasi manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. Apalagi perpindahan tersebut dilakukan dalam skala besar seperti transmigrasi, akan menimbulkan difusi yang besar juga. Prinsip difusi itu adalah interaksi antar individu maupun antar masyarakat. Di era digital sekarang, interaksi dapat dilakukan secara virtual, artinya terjadinya difusi bukan hanya disebabkan hanya perpindahan penduduk saja.

 

 

 

      Beragam cara penyebaran kebudayaan ke kebudayaan lainnya. Photo : Pixbay.com 

            

                                  

Penyebaran kebudayaan yang terjadi karena perjumpaan  antar individu yang berasal dari masyarakat yang berbeda. Perjumpaan antar individu tersebut tidak menyebabkan perubahan bentuk kebudayaan masing-masing individu. Proses perjumpaan tersebut dinamakan penyebaran simbiotik. Contoh difusi simbiotik adalah anak-anak Batak yang merantau ke Bandung atau Yogyakarta guna melanjutkan pendidikan. Perjumpaan yang terjadi antara individu Batak dengan individu Sunda atau Jawa tidak merubah bentuk kebudayaan masing-masing individu.

 

Cara lain penyebaran kebudayaan adalah Penetration pasifigue atau penyebaran kebudayaan secara damai yaitu bentuk difusi budaya yang tidak disertai paksaan. Contoh dari difusi damai adalah masuknya agama Kristen ke tanah Batak, di Sumatera Utara.  Kebalikan penetrasi kebudayaan dengan  cara damai adalah cara paksa atau penetration violence. Dalam hal ini masyarakat dipaksa menerima budaya baru. Cara ini dapat mengancam hilangnya budaya bahkan identitas masyarakat yang dipaksa menerima budaya baru. Contoh penetrasi paksa adalah penolakan pemerintah untuk menghapuskan pencatuman kolom agama di Kartu Tanda Penduduk. Masyarakat yang tidak menganut salah satu dari enam agama yang diakui negara dipaksa memilih salah satu agama atau mengosongkannya  ketika berurusan dengan  instansi Kependudukan dan Catatan Sipil. (Dukcapil), bahkan mereka tidak mendapat pelayanan yang seharusnya mereka terima sebagai warga negara Indonesia di sekolah dn di tempat lainnya. Contoh lainnya adalah pemaksaan mencantumkan sertifikat halal pada produk-produk dalam negeri di Indonesia. Contoh penetration violence lainnya tetapi gagal adalah, pemaksaan masyarakat Batak untuk menganut  agama Islam pada tahun 1816-1822 oleh pasukan paderi di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol. Pemaksaan tersebut menghilangkan nyawa +/- 600.000 jiwa suku bangsa Batak.

 

2. Akulturasi (Culture Contact)

 

Konsep akulturasi akan muncul ke permukaan ketika seseorang atau sekelompak orang mendiskusikan  tentang perubahan sosial yang terjadi sebagai hasil dari interaksi antar etnik atau antar komunitas, antara dua komunitas atau individu yang berbeda budaya.

 

Di antara para pakar yang memberi definisi atau pemaknaan atas akulturasi tidak seragam. Mulyana mendefinisikan akluturasi adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas (Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2001). Lebih lanjut  Mulyana menganggap bahwa definisi akulturasi itu merupakan definisi otoritatif yang telah menjadi inspirasi bagi ilmuwan lainnya untuk memberikan definisi akulturasi yang serupa. Dalam proses akulturasi dua kebudayaan atau lebih yang berlainan bersatu sehingga terbentuk  kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.

 

Contoh-contoh akulturasi yang kasat mata dapat dilihat dalam seni bangunan, seni tarian, seni berpakaian, adat kebiasaan, makam, seni rupa, aksara dan sastra, sistem kalender, seni musik dan tari, sistem pemerintahan, bahasa, kepercayaan, pranata sosial, dan peralatan hidup.

 

Dalam hal seni bangunan sebagai salah satu contoh akulurasi terlihat dari bangunan Candi yang merupakan  wujud akulturasi antara budaya asli Indonesia dengan budaya Hindu-Budha. Akulturasi yang terjadi antara Indonesia dengan India. Candi yang termasuk hasil bangunan pada zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak. Bagian ini mendapat pengaruh langsung dari budaya Hindu-Budha. Contoh lainnya seperti yang dapat dilihat pada candi Borobudur. Di candi ini memiliki berbagai macam barang yang dikubur yang sering disebut dengan bekal kubur. Ini yang membuat candi tidak hanya berfungsi sebagai makam saja tetapi juga sebagai rumah dewa. Sedangkan pada candi Budha, malah dijadikan tempat pemujaan dewa, sehingga tidak mungkin akan ditemukan peti pripih maupun abu jenazah yang ditanam di sekitar candi atau didalam bangunan stupa.

 

Contoh lainnya dalam bidang kepercayaan.  Sebelum agama Hindu-Budha berkembang di Nusantara, masyarakat Nusantara telah menganut kepercayaan berdasarkan Animisme serta Dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Budha  ke Nusantara, masyarakat pun memutuskan untuk menganut serta mempercayai agama tersebut. Tetapi, agama Hindu-Budha yang berkembang ternyata mengalami akulturasi dari perpaduan kepercayaan Animisme dengan Dinamisme. Sehingga agama Hindu serta Budha yang berkembang di Indonesia sekarang ini tidak sama dengan agama Hindu dan Budha pada bangsa India.

 

3.  Asimilasi 

 

Menurut Mulyana, akulturasi adalah suatu subproses asimilasi; ia mengisyaratkan penggantian bertahap ciri-ciri budaya kelompok minoritas oleh ciri-ciri masyarakat pribumi. Namun akulturasi juga menunjukkan bahwa anggota-anggota kelompok minoritas boleh jadi tetap memiliki sebagian ciri asli mereka dan membuang ciri-ciri lainnya, sementara pada saat yang sama mereka juga mungkin menerima sebagian ciri budaya dominan dan menolak ciri-ciri lainnya (Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2001).  Konsep Asimilasi dengan akulturasi merupakan dua konsep yang sering muncul dalam diskusi  relasi antar etnik. Kedua konsep tersebut selalu terkait antara satu dengan yang lainnya. Kim mengatakan bahwa asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi. Di tengah keterkaitan antara asimilasi dan akulturasi tersebut, dalam batas-batas tertentu keduanya memiliki aspek perbedaan (Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, 2001).

 

Pada umumnya golongan yang  mengalami proses asimilasi adalah golongan mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk ke dalam kebudayaan mayoritas.

 

Adapun kondisi  yang memungkinkan terwujudnya asimilasi, adalah apabila ada rasa toleransi dan simpati dari individu-individu dalam suatu kebudayaan  mayoritas kepada kebudayaan minoritas.  Asimilasi akan gagal terwujud jika (1). Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi.  (2). Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain. (3). Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan terhadap yang lain.

 

Beberapa contoh asimilasi antara lain : Musik dangdut yang merupakan hasil asimilasi dari musik tradisional daerah dengan musik India;  Cara pernikahan di banyak agama juga merupakan hasil asimilasi dari praktik agama yang dianut dan budaya tradisional setempat; Bahasa Swiss-Jerman yang merupakan hasil asimilasi antara bahasa Swiss dan bahasa Jerman, namun sangat berbeda dengan bahasa Swiss dan bahasa Jerman;  Budaya Hindu di Bali merupakan hasil asimilasi antara kepercayaan Animisme tradisional Bali dengan agama Hindu yang dibawa dari pulau Jawa yang berasal dari India. Hasilnya menjadi agama Hindu Dharma yang sangat berbeda dengan praktik Hindu di India dan kepercayaan masa lalu rakyat Bali.

 

4.     Pembaruan Atau Inovasi 

 

Sebenarnya, konsep pembaharuan (renovation) dan inovasi (innovation) memiliki persamaan dalam konteks terkait dengan perubahan. Namun demikian hendaklah diketahui, bahwa ada perbedaan di antara kedua konsep tersebut. Pembaharuan lebih menekankan pada perbaikan atau peningkatan dari sesuatu yang sudah ada, sementara itu, cakupan inovasi lebih luas. Inovasi  mencakup penciptaan sesuatu yang benar-benar baru atau berbeda dari yang sebelumnya. Fokus pembaruan adalah pada peningkatan mutu, efisiensi, atau fungsi dari sistem budaya yang sudah ada. Pembaharuan yang mengikuti perubahan alami akan lebih berhasil guna dibandingkan dengan perubahan yang serba cepat. Perubahan kebudayaan yang serba cepat dapat menimbulkan kejut budaya  (shock culture) yang berdampak negatif kepada masyarakat penganut kebudayaan tersebut. Oleh karena itu biasanya dilakukan proses modifikasi, adaptasi, atau penyempurnaan dari elemen budaya yang sudah ada, bukan menciptakan sesuatu yang sama sekali baru. Dalam konteks antropolgi pembaharuan dapat dilihat dalam perubahan praktik-praktik kebudayaan yang masih dipertahankan, namun mengalami penyesuaian dengan perubahan jaman. Contoh pembaharuan terdapat pada pengadopsian teknologi baru untuk meningkatkan produktivitas dalam pertanian tradisional, atau memodifikasi alat musik tradisional agar menghasilkan suara yang lebih baik. 

 

Berbeda dengan pembaruan, inovasi adalah proses sosial budaya yang menerima unsur-unsur kebudayaan baru dan mengesampingkan cara-cara lama yang telah melembaga. Inovasi mengandalkan adanya pribadi yang kreatif. Dalam masyarakat yang sederhana yang relatif masih tertutup dari pengaruh kebudayaan luar, inovasi berjalan dengan lambat. Dalam masyarakat yang terbuka kemungkinan untuk inovasi menjadi terbuka karena didorong oleh kondisi budaya yang memungkinkan. Inovasi merupakan dasar dari lahirnya suatu masyarakat dan budaya modern di dalam dunia yang terbuka dewasa ini. Inovasi kebudayaan di dalam bidang teknologi dewasa ini begitu cepat dan begitu tersebar luas sehingga merupakan motor dari lahirnya suatu masyarakat dunia yang bersatu.

 

Di dalam kebudayaan modern  di era the six D’s Peter Diamandis, kemampuan untuk inovasi merupakan ciri dari manusia yang dapat survive dan dapat bersaing. Persaingan di dalam dunia modern telah merupakan suatu keharusan, oleh karena  tidak dikenal lagi batas-batas negara. Perdagangan bebas, dunia yang terbuka tanpa batas, teknologi komunikasi yang menyatukan, kehidupan cyber yang menisbikan waktu dan ruang, menuntut manusia-manusia inovatif. Dengan sendirinya wajah kebudayaan dunia masa depan akan lain sifatnya.

 

Untuk melahirkan manusia-manusia inovatif mengharuskan  peran dan fungsi pendidikan yang luar biasa. Dengan kata lain, pendidikan yang tidak inovatif, yang mematikan kreativitas generasi muda, berarti tidak memungkinkan suatu bangsa untuk bersaing dan hidup di dalam masyarakat modern yang akan datang. Dengan demikian, pendidikan dan suasana di ruang kelas maupun kehidupan yang bebas dari indoktrinasi menempati peranan sentral di dalam lahirnya suatu kebudayaan dunia yang baru.


            A.    Kesimpulan dan Saran

1.                                    1Kesimpulan 

     Bahwa perubahan sosial dalam masyarakat adalah suatu keniscayaan. Perubahan sosial merupakan benang merah yang menghubungkan difusi, akulturasi, asimilasi, pembaharuan atau inovasi. Perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material, komposisi penduduk, dan ideologi menyebabkan adanya variasi dari cara hidup yang diterima suatu masyarakat yang memicu terjadinya perubahan sosial. Difusi itu adalah interaksi antar individu maupun antar masyarakat. Interaksi dapat terjadi dengan ada atau tidak adanya migrasi masyarakat. Tidak adanya migrasi masyarakat tidak berarti menghalanig adanya interaksi antar individu maupun masyarakat di era digital. Penetrasi kebudayaan yang dilakukan secara paksa akan menghilangkan identitas masyaakat yang dipaksa menerima kebudayaan baru. Akluturasi (Culture contact), adalah suatu bentuk perubahan budaya yang diakibatkan oleh kontak kelompok-kelompok budaya, yang menekankan penerimaan pola-pola dan budaya baru dan ciri-ciri masyarakat pribumi oleh kelompok-kelompok minoritas. Konsep Asimilasi dengan akulturasi  merupakan dua konsep yang sering muncul dalam diskusi  relasi antar etnik. Kedua konsep tersebut selalu terkait antara satu dengan yang lainnya.

     Konsep pembaharuan (renovation) dan inovasi (innovation) memiliki persamaan dalam konteks terkait dengan perubahan. Namun demikian hendaklah diketahui, bahwa ada perbedaan di antara kedua konsep tersebut. Pembaharuan lebih menekankan pada perbaikan atau peningkatan dari sesuatu yang sudah ada, sementara itu, cakupan inovasi lebih luas. Inovasi  mencakup penciptaan sesuatu yang benar-benar baru atau berbeda dari yang sebelumnya.

2.  Saran 

Mengingat derasnya perubahan global yang terjadi sebagai dampak dari kemajuan ilmu dan  teknologi, maka pemerintah selayaknya mewaspadai penetrasi budaya yang dipaksakan. Penterasi budaya yang dipaksakan potensial memecah kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia. Pemerintah juga diharapkan menghargai dan melindungi Hak Asasi Manusia setiap warga negara Indonesia yang oleh kesadarannya sendiri memutuskan berada di luar untuk tidak memeluk salah satu agama yang diakui pemerintah. Pemerintah hendaknya mewaspadai adanya kecenderungan pendidikan di Indonesia mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi tabu atau anti terhadap pertanyaan-pertanyaan kritis dari anak didik. Indoktrinasi kepada anak didik sejak dini akan mematikan kreatiffitas anak didik, sehingga Indonesia akan memiliki SDM yang miskin inovasi.


     


 

Daftar Bacaan :

 

1.       Gitlin dan Gitlin, Cultural Sociology, New York: Macmillan Companyainssen, 1954.

2.       Kumparan.com

3.      Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat (ed.), Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT.

         Remaja Rosdakarya, 2001.

 

  4.     Rakhmat, Jalaludin, Psikologi Komunikasi, Bandung: Rosda Karya, 2004.

 

       

              

 

            

 


Comments

Popular posts from this blog

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DIGITAL DAN HUMANIORA